Selamat Hari Ibu, Mimi

Selamat Hari Ibuuu...

Melewati hari ibu sebagai seorang ibu ternyata ga se spesial yang saya bayangkan dulu. Saya pikir rasanya akan sangat happy karena semua orang memberikan selamat hari ibu bagi para ibu.

Apakah menjadi ibu sangat spesial?
Ya tentu saja.
Sangat spesial tapi rasanya agak babak belur di awalnya.
Karena ya ternyata punya anak itu tidak cuma memberikan sandang, pangan, papan aja tapi memenuhi kebutuhan seluruh aspek kehidupan anak sampai ke masa depannya kelak.

Oh ya, Kayla sudah hampir bisa gowes sepeda sendiri. Kosa katanya sudah sangat banyak dan sudah bisa role play macem-macem. Udah lepas pospak, udah bisa ditinggal kerja keluar kota, udah bisa banyak banget. Saya udah nambah bisa apa dong ya?

Huhuhu kalo mengingat kehidupan per-ibu-an saya, rasanya pengen nangis aja. Selalu merasa belum bisa ngasih yang terbaik buat Kayla. Tapi tidak ada waktu yang bisa diulang. Kayla bahkan tumbuh dan belajar lebih cepat dari saya.

....

Di Hari ibu ini saya justru ingin mengucapkan banyak terimakasih untuk anak saya, Kayla. Dia sudah berkorban banyak untuk saya. Dialah yang membuat saya merasa benar-benar menjadi Ibu. Kayla lah yang membuat saya merasa peran saya sebagai ibu sangat berarti.

Anak sayalah yang membuat hari-hari saya semakin berwarna, membuat rumah saya semakin semarak, dan tiap langkah saya semakin berarti. Saya berjanji akan selalu menjadi rumah baginya apapun yang telah dia lalui diluar sana.

....

Kasih ibu sepanjang masa?
Seharusnya begitu

Karena Ibu (dan tentu saja bapaknya) lah yang berdoa tiap hari untuk dikaruniai anak. Saya pikir memang seharusnya kasih Ibu sepanjang masa. Kan Ibu yang pengen punya anak.

....

Kayla mungkin suatu hari kita akan berselisih meskipun saya harap tidak akan pernah. Dan saya menulis tulisan ini untuk mengingatkan diri saya sendiri untuk tidak pernah menyebut nyebut apa yang pernah saya lakukan untuk Kayla dan anak-anak saya kelak.

Seperti misalnya saat saya hamil dan melahirkan. Oh ya tentu saja kalo ibu yang hamil dan melahirkan merasakan kepayahan itu ya karena memang mereka sedang hamil dan melahirkan, bukan sedang liburan. Itu hal yang wajar. Itu proses yang harus dijalani, jadi kenapa saya merasa perlu untuk menyebutnya sebuah pengorbanan untuk anak saya? Toh saya juga yang ingin punya anak.

Saya bekerja, merawat anak-anak, memenuhi kebetuhan mereka pun adalah tanggung jawab saya (dan suami saya) sebagai orang tua. Itu memang yang harus kami lakukan sebagai tanggung jawab karena dititipi anak sama Allah. Bukan juga hal yang pantas untuk disebut-sebut sebagai sebuah pengorbanan

....

Pengorbanan sesungguhnya tau apa?
Kayla mengorbankan waktu bermainnya bersama saya agar saya bisa bekerja. Kayla menahan diri dari banyak hal yang dia mau agar saya bisa masak dulu, bersih-bersih rumah dulu, nyuci piring dulu, mandi dulu, ngerjain deadline tugas dulu, nulis blog dulu, dan berbagai macam hal lainnya yang memenuhi idealisme saya sendiri. Hanya demi agar saya tetap waras.

....

Saya menjadi ibu karena saya yang mau. Betapapun saya merasa harus jungkir balik menjadi ibu yang baik, ya itu karena saya yang mau menjadi ibu.

Semoga saya dan suami saya bisa menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak. Entah bagaimana caranya. Karena pasti lebih mudah untuk mencintai orang yang sangat baik ketimbang mencintai orang baik.

Saya ingin selalu ada untuk Kayla, sesulit apapun hari-hari yang sedang dia lalui.

Saya ingin menjadi ibu yang baik, sebesar keingainan saya agar Kayla juga berusaha menjadi anak yang baik

....

Selamat hari ibu, mimi

Continue Reading

Makna Bekerja

Pagi ini saya bangun lebih pagi dari biasanya. Bukan karena saya yang mau tapi karena saya tidak bisa tidur.

Jam 02.00 

Harusnya jam 03.00 saya berangkat bersama rombongan kantor menuju ke Jakarta. Tapi saya urung berangkat sepagi itu. Saya memilih berangkat menggunakan kereta api, supaya tidak berangkat terlalu pagi. Meskipun saya tau saya akan sampai lebih lambat dari rombongan.

Sayangnya pikiran saya bergejolak. Saya tidak bisa tidur. Saya benci kalo terus menerus kepikiran hal-hal tidak penting yang mengganggu tidur saya.

Acara ke Jakarta hari ini sungguh ga masuk akal buat saya. Menurut akal saya aja kali ya, akalnya rakyat jelata yang mau enaknya aja. Agendanya mungkin emang sepenting itu kali ya. Tapi lucunya, pesertanya ya orang-orang itu juga, orang-orang yang kami bisa ketemu dibandung aja sebenernya. Jadi ke Jakarta bukan karena harus menghadiri undangan atau bertemu dengan orang-orang yang cuma bisa ditemui dijakarta atau orang penting yang ga punya banyak waktu jadi kami harus ngalah dateng ke Jakarta. Jadi kayak cuma pindah tempat aja dari yang bisa dibandung tapi pindah ke jakarta. Wagu ga sih?

Saya yang kurang gaul atau yang bikin acara yang terlalu kreatif? Kenapa otak saya ga nyampe sih untuk mencari esensi dari kegiatan tersebut?

Tapi toh saya ga berdaya juga untuk menolak. Saya tetep dateng juga tuh. Ninggalin anak dan suami saya sepagi itu. Saya pengen mengkasihani suami saya yang harus ngurusin anak kecil pagi-pagi. Atau mengkasihani diri saya sendiri. Tapi orang lain mungkin juga butuh dikasihani kan, jadi saya ga mau egois mikirin diri saya sendiri.

Itulah bekerja.

Kadang kita bisa saja kehilangan makna dari bekerja. Merutuki pekerjaan atau menganggap orang-orang sudah mulai gila dengan keputusan-keputusannya yang tidak masuk akal. Yang rasanya seperti cuma nambahin kerjaan tapi tidak menyelesaikan masalah. Tapi saya tidak ingin jadi orang yang tidak pandai bersyukur. Mungkin emang saya digaji salah satunya untuk seperti ini. Mungkin lebih baik saya yang datang ketimbang orang lain yang punya seabreg pekerjaan. Udahlah dia kerjaanya banyak ditambah harus menghadiri acara yang tidak akan menyelesaikan pekerjaannya. Lebih kasihan.

Itu sepenggal kisah di pekerjaan saya. Kisah-kisah bermuatan racun. Belum termasuk ketika saya merasa "enak banget dia kerjaannya kayak gitu 'doang', kita yang disini kerja sampe ngempet". Belum juga ketika saya merasa orang lain tidak adil pada saya. Atau ketika saya merasa tidak dianggap, tidak dihargai, padahal sudah berusaha maksimal. Atau ketika saya merasa orang orang tidak mengerti saya. Dan segala macam racun racun lainnya.

Tapi hey. Emang saya siapa?

Dalam perjalanan saya pagi ini dari rumah ke stasiun menggunakan taksi, saya melihat ada seorang bapak di dalam sebuah taksi lain yang terparkir dipinggir jalan, dia melihat taksi saya melaju dengan tatapan yang sangat lelah. Mungkin dia pikir "waow ada sebuah taksi yang membawa penumpang sepagi ini, kenapa bukan taksi saya yang dapet penumpang?"

Kemudian ada beberapa tukang ojek berbalut jaket tebal yang sedang duduk di pangkalan. Pikir saya "emang ada ya yang bakal naik ojek sepagi ini? Ini kan komplek perumahan, tidak seramai pasar"

Se"gambling" itu ga sih pekerjaan orang lain? Banyak variabel tidak terkontrol yang setiap hari mereka hadapi. Yang belum tentu dapet penumpang, belum tentu yang beli banyak. Yang belum tentu dapet angkot. Yang belum tentu targetnya kecapai. Kehidupan dimana satu-satunya hal yang pasti dalam hidup mereka adalah ketidakpastian.

Sedangkan saya ketika merasa sangat lelah dalam bekerja, ketika saya menginginkan jeda dalam bekerja, toh saya masih tetap dapet gaji. Bahkan mungkin saya harus benar-benar menjadi karyawan yang sangat buruk sekali dulu sebelum akhirnya dipecat dan kehilangan pekerjaan lalu tidak dapat gaji. Sedangkan mereka yang saya ceritakan diatas dan mereka-mereka lainnya diluar sana, sekali saja merasa lelah dan berniat mengambil jeda dalam bekerja, mereka ga akan dapet penumpang atau pembeli dan bisa jadi pulang kerumah dengan tangan hampa.

Sampai disini saya merasa ditampar. Dan lalu saya meniatkan diri saya untuk pergi ke Jakarta dengan ikhlas (Tapi kenapa seharian ini saya sakit perut ya?)

Meskipun pekerjaan adalah sebuah pilihan. Saya tidak ingin menghakimi orang lain karena memilih pekerjaan mereka saat ini. Semua orang kan punya peran hidup yang berbeda-beda. Untung ada taksi yang masih ngetem sampe subuh, jadi ada yang nganterin saya. Untung ada ojek, jadi saya bisa nyampe kantor lebih cepet. Untung ada pegawai kebersihan, jadi kantor dan jalanan menjadi sangat bersih tanpa saya perlu ikut kerja bakti tiap hari jumat.  Untung ada porter jadi saya ga keberatan ngangkat koper. Dan semua pekerjaan yang tercipta untuk memudahkan orang lain.

Hhmmmmm

Saya tidak tau, mungkin acara hari ini memang diperuntukan agar saya lebih memahami makna kehidupan. Bahwa nalar manusia tidak sama, bener menurut saya belum tentu bener menurut orang lain. Bahwa cara pandang seseorang terhadap sesuatu juga bisa jadi berbeda dan kadang kita ga bisa maksain orang lain berpikir sama seperti kita. kehidupan tidak melulu semulus yang kita inginkan. Bahwa ada banyak sekali hikmah dan pelajaran hidup bagi siapapun yang mau memaknainya.

Paling gak, saya berusaha segera kembali normal ketika racun racun penebar kebencian dalam bekerja mulai menyerang saya. Mungkin saya sama dengan lainnya, punya potensi ketidakberkahan dalam bekerja karena selalu mengeluh, tapi saya yakin saya berusaha selalu mengambil hikmah dalam setiap hal.

Tapi ngerti gak maksudnya ngambil hikmah itu apa?

Saya ga ngerti ngerti amat sih. Tapi "bisa ngambil hikmah" itu seperti saat kalian lagi ngeluh dan sebel tingkat maksimal lalu tiba-tiba bisa jadi sangat ikhlas dalam menjalankannya. Bisa jadi sangat ikhlas. Itu maksudnya ngambil hikmah, biar bisa ikhlas.

Karena kembali ke basic. Kalo kamu ngeluh terus dengan kerjaan, kenapa ga keluar aja? Entah nyerahin kerjaan itu ke ahlinya atau yaudah resign aja gitu? Dari pada kamu ngeluh lalu pundi pundi uang yang kamu pakai itu menjadi tidak berkah. Karena siapa tau bukan kerjaanmu yang salah, tapi kamu yang salah menyikapi.

Bekerja itu lelah. Sangat lelah. Lelah dengan pekerjaan, lelah mengahadapi dinamika pekerjaan, lelah juga berhadapan dengan orang-orang. Tapi pilihan kamu untuk terus tenggelam dalam kelelahan itu atau belajar ikhlas dan menumpuk keberkahan untuk keluarga.

Belajar Ikhlas yuk biar berkah :)

Continue Reading

Apakah Masa Kecilmu Menyenangkan ?

Kayla, apakah masa kecilmu menyenangkan?

Suatu hari ketika Kayla sudah mengerti tentang mengungkapkan perasaan, saya akan bertanya tentang pertanyaan tersebut.

Saya percaya bahwa apa yang terjadi di masa kecil seseorang akan berpengaruh pada apa yang akan dia bawa hingga dewasa. Saya berharap Kayla mengenang masa kecilnya sebagai masa-masa yang bahagia. Bukan bahagia karena dia belum punya beban atau tanggung jawab yang besar. Tapi bahagia yang benar-benar bahagia. Bahagia yang sampai membuat dia bersemangat untuk menyalurkan kebahagiaan tersebut pada orang lain.

Saya berharap bisa membawa kebahagian di kehidupan Kayla. Meskipun yaa entah bagaimana caranya 😁. Saya tidak tau apakah membelikannya es krim setiap hari sabtu akan membuat dia bahagia. Saya tidak tau apakah bermain dikasur bersama-sama akan berkesan baginya. Saya tidak tau apakah membuat lingkaran dan berputar-putar akan bisa membuat kebahagian baginya. Saya bahkan tidak tau apakah Kayla akan ingat kejadian itu semua 😂.

Kayla, kalo mimi pernah berbuat kasar sama Kayla. Atau pernah marah sama Kayla. Mimi harap Kayla masih akan tetap sayang sama mimi. Mimi ga mau Kayla lupa sama mimi saat Kayla punya banyak teman nantinya :(

Tapi padahal, cerita masa kecil yang menyenangkan itu kan biasanya cerita pas lagi sama temen-temen sepermainan ga sih? 😅. Soalnya kebanyakan pas kecil itu dimarahi ibu gara-gara keseringan main wkwkwkwkk.

Tapi Kayla punya cerita berkesan yang ada mimi sama abi nya kan?

Continue Reading

Menikah Itu...

Kadang pernikahan itu seperti sebuah jebakan.

Bagi mereka yang tidak benar-benar punya tujuan mengapa mereka menikah.

Menikah itu bukan pelarian. 

Menikah juga kadang bukan sebuah solusi. 

Menikah itu inginnya untuk seumur hidup kan?

Lalu ingin seperti apa seumur hidupmu?

Ingin bersama siapa seumur hidupmu?

Menikah itu juga bukan hadiah. 

Bukan hadiah bagi pasangan yang sedang merajut cinta.

Menikah itu sangat rumit. 

Menikah itu sangat berat.

Menikah itu tidak bisa ditarik kembali. 

Pilihannya adalah menyelesaikan sekarang atau mempertahankan sampai mati.

Saya ga akan ikut nyinyirin temen-temen yang memutuskan belum menikah di usia ketika orang-orang sudah menikah. Saya juga tidak akan nyinyirin orang-orang yang terlibat KDRT atau perceraian atau pembunuhan di dalam keluarga. Karena emang seberat itu berada dalam sebuah pernikahan. Jika kamu salah arah.

Memutuskan menikah atau belum menikah itu sama beratnya.

Semua orang punya kesulitan.

Semua orang berjuang untuk kondisinya masing-masing.

Jadi saya hanya akan nyinyir pada orang yang malas berusaha.

Menikah itu bukan menunggu siap. 

Karena manusia tidak pernah siap. 

Menikahlah ketika kamu yakin.

Yakin kalau dia orang yang tepat. Yakin kalau kalian bisa membangun rumah tangga. Yakin dia bisa menerimamu. Yakin kamu bisa menerimanya. Yakin kalian bisa akan saling mempertahankan pernikahan. Dan keyakinan-keyakinan lainnya.

Apakah yakin saja cukup?

Enggak

Kamu harus berusaha.

Kamu yakin bisa menghidupi keluargamu hanya jika kamu berusaha

Kamu yakin bisa mempertahankan pernikahanmu hanya jika kamu berusaha

Kamu yakin bisa membuat keluargamu bahagia hanya jika kamu berusaha

Yakin tanpa usaha itu namanya omong kosong, berkhayal !

Jadi gimana, kamu yakin akan menikah?

Continue Reading

Belajar Mengelola Keuangan itu Penting

Faktanya adalah menikah tidak semudah kamu aja yang kerja, aku ngelola rumah.

Tidak semudah itu.

Saya lagi ga ngomongin antara keputusan bekerja dan tidak bekerja bagi seorang istri ya. Saya pengen bilang kalo ngelola keuangan rumah tangga itu sangat rumit.

Kalo saya boleh menyesal, saya menyesali kenapa saya tidak memikirkan kehidupan saya hari ini 5 tahun yang lalu. Padahal banyak hal yang bisa saya lakukan selama 5 tahun.

Sayangnya menyesal pun tidak akan mengubah keadaan.

Enggak sih, saya lagi ga kenapa-napa. Alhamdulillah belum punya utang. Alhamdulillah masih bisa makan. Cuma saya sedih ketika saya sadar bahwa sekarang saya benar-benar kehilangan arah untuk memulai mengelola keuangan rumah tangga. Karena ya pasti semua manusia pengen upgrade sesuatu dikehidupannya. Entah yang tadinya punya sepeda pengen punya motor. Atau yang tadinya punya motor pengen punya mobil. Atau yang tadinya ngontrak pengen beli rumah sendiri. Atau yang tadinya pake baju seadanya trus pengen punya baju macem-macem. Atau yang tadinya cuma pake lipgloss trus sekarang pengen nyobain make up lain. Atau yang tadinya S1 pengen lanjut S2.

Sebenernya ini bukan mentah-mentah soal uang ya. Karena seberapa besarpun gaji kamu kalo kamu ga bisa ngelola ya bakal habis juga. Habis untuk hal-hal konsumtif dan kurang bermanfaat. Jadi poin utamanya adalah "cara kamu ngelola". Dan lebih jauh lagi mungkin ini juga tentang prioritas hidup. Apakah saya ingin beli mobil dulu atau beli rumah dulu? Apakah saya beli rumah dulu atau kuliah dulu? dan macem-macemnya.

Kalo ga punya prioritas, bukan ga mungkin kita akan ngabisin uang untuk barang-barang yang lagi kepikir aja gitu. Oh saya lagi butuh upgrade HP nih, beli dulu deh nabungnya entar lagi mumpung ada uangnya (padahal awalnya pengen nabung buat beli motor).

Kalo boleh ngasih saran sih buat yang masih OTW ke pelaminan, mulailah belajar untuk mengelola keuangan rumah tangga, minimal keuangan pribadi dulu deh. Mungkin emang banyak yang harus dipelajari ya, belajar jadi istri/suami yang baik, belajar parenting juga, tapi please belajar juga tentang ngelola uang. Yakin deh cepat atau lambat kamu akan sadar pentingnya ngelola keuangan dari awal banget. Dan ga mau terlambat kan?

Saya belum menemukan ritme yang cocok dalam pengelolaan keuangan saya saat ini. Selama ini ya masih gitu-gitu aja seperti bikin pos-pos keuangan, itupun belum disiplin. Masih harus belajar lagi. Harus disiplin lagi. Semoga nanti banyak cerita yang bisa aku sampaikan ke anak-anak.

Continue Reading

Doa dan Nasehat

Bulan lalu, temen kantor saya habis jalan-jalan ke Thailand. Pertama kalinya dia pergi ke Thailand dan sendirian. Sebenernya gak sendirian banget sih karena disana ada temen kuliahnya yang nemenin selama disana.

Trus dia cerita gitu kan, mamanya rada khawatir sebenernya dia ke Thailand sendirian.

(Ehem yaa menurut nganaaaaa, orang tua mana yang gak khawatir anak gadisnya pergi sendirian ke negeri orang?)

Saya aja yang anak lokalan di khawatirin kok :( apalagi yang ke negeri orang :(

Ga ada masalah sih dengan berpetualangan di masa muda. Asal semuanya dipertimbangkan. Bepergian jauh, main sama temen, nyari temen, jalan-jalan, bawa kendaraan di jalan umum, bolos sekolah, atau yang lainnya ga ada masalah. Yang penting dipikirin bener-bener.

Saya pernah bolos sekolah saat SMA kelas 3. Tapi saya bolosnya pergi belajar ke tempat les-lesan. Karena saya pikir, lebih efektif belajar ditempat les dari pada disekolah. Mungkin ga  papa bolos sekolah, asal tidak lebih dari 3 hari, jadi orang tua saya ga kena masalah juga. Saya berusaha bertanggungjawab dengan "kenakalan" saya.

Dan tentu saja, gaya pengasuhan setiap keluarga akan berbeda-beda. Kebetulan orang tua saya tipe orang rumahan yang ga suka anaknya keluyuran jadi sampe sekarang saya tidak bosan kalo harus seharian dirumah. Ada keluarga yang ga masalah anaknya pergi main-main berpetualangan sehingga anaknya suka explore kemana-mana sampe dia dewasa. Para orang tua selalu punya alasan dengan gaya pengasuhan masing-masing. Tidak masalah. Tapi seperti apapun gaya pengasuhan orang tua, saya percaya bahwa orang tua yang peduli dengan anaknya akan selalu khawatir dengan apa yang mungkin akan terjadi pada anak-anak mereka.

Itulah kenapa ada nasehat.
Agak basi sih. Tapi sebenarnya, nasehat orang tua akan membantu kita untuk mempertimbangkan plus minus dari perilaku kita. Apalagi jaman sekarang orang bisa berubah menjadi sangat kasar dan gila hanya karena masalah sepele. Ada yang dimutilasi karena masalah asmara, ada yang diculik lalu dijual sama orang yang baru kenal di Facebook, ada yang modus agama trus dijerumuskan ke aliran sesat. Naudzubillahimindzalik

Flashback ke jaman dulu...

Meskipun saya anak rumahan, saya pernah keluyuran. Jalan sama anak kosan, anak kantor, anak kelas, jalan malem sampe pagi atau jalan siang ampe malem. Tapi apa salahnya main sama temen? Apa yang perlu ditakuti? Lingkaran pertemanan saya baik, meskipun ga semua baik 🤔.

Meskipun kadang tanpa sadar, saya dalam bahaya. Seperti misalnya saya dan temen kuliah saya, perempuan. Kami pergi berdua ke Trans Studio Mall (dulu namanya Bandung Super Mall), naik angkot. Jaman tidak secanggih sekarang karena ada google maps atau gojek. Sudah pasti kami tersesat!! 

Tujuan ke Bojongsoang tapi kami naik angkot sampe Moh. Toha. Lalu seseorang menyarankan untuk berhenti di Jl. Radio dan lanjut naik becak sampe asrama kampus. Malam. Gelap. Sepi. Hanya bertiga dengan tukang becak. Bukan tidak mungkin kami di culik, atau disesatkan, atau dirampok. Alhamdulillah Allah ngasih orang baik, amit-amit kalo dia jahat sama saya, udah jadi apa saya sekarang?

Pernah juga saat SMP. Masa-masa ingin dikenal. Masa-masa ingin eksis seperti yang lain. Masa-masa merasa "aman" karena temennya banyak.
Saya tidak menolak ajakan untuk jalan bareng temen SMP. Ke pantai Pangandaran. Naik motor !!!
Tidak jauh jarak rumah dengan Pantai, mungkin 40an Km. Tapi perjalanan beda kota dan beda Provinsi. Dan kami naik motor. Umumnya anak SMP belum berusia 17tahun dan tidak punya Ijin Mengemudi kan. Antara sadar akan bahaya dan sadar akan dipermalukan, saya pilih dipermalukan. Baikah saya cupu dan tidak bernyali. Saya memilih pulang dari pada menanggung sesal. Karena biasanya orang baik selalu merasa tidak nyaman saat melanggar peraturan. Meskipun beberapa kali saya datang terlambat ke kantor dan tidak merasa tidak nyaman 😄

Sebenernya, bisa jadi emang kalo waktu itu saya tetep pergi, bisa jadi saya akan baik-baik aja. Bisa jadi memang tidak ada razia polisi, tidak ada kejadian buruk, lalu saya bisa pulang dengan selamat. Dan bisa jadi kalo saat itu saya tetap pergi dan saya baik-baik saja, maka saya akan mengulangi hal yang sama lagi. Jadi saya bersyukur kalo hati saya terketuk untuk tidak berbuat hal yang aneh-aneh di kesempatan pertama. Mungkin itu cara Allah menyelamatkan saya. Dan untuk hal yang memang jelas melanggar aturan, ga perlu pembuktian kan gimana dampaknya? Saya tidak perlu membuktikan dong kalo anak SMP ke Pangandaran naik motor tuh ga akan kena razia polisi. Udah aja pahami kalo hal tersebut emang melanggar aturan, jadi ya gausah dilakukan.

Meskipun kadang, membuktikan sebuah larangan bahwa itu hanya mitos yang tidak terbukti akibatnya justru akan semakin memicu adrenalin kita untuk melakukannya. Seperti kalo dilarang jangan ngebut nanti jatoh. Apa ga malah di gas biar makin kenceng? Semacam pengen gaya gayaan dan ngebuktiin kalo ngebut tuh belum tentu jatuh.

Ada juga cerita pas saya SMA saya pernah pulang kerumah naik bis dan kesorean. Bis di kampung tidak beroperasi 24jam saat itu. Menjelang magrib langsung pulang kandang. Sampai terminal pun tidak. Sebenernya saya ga terlalu khawatir sih karena belum malem juga. Niat awal sih mau minta jemput sesampainya di kandang bis. Tapi ternyata pak Sopir nawarin nganterin saya kerumah naik motor. Baiklah itu sangat mengerikan. Di jaman sekarang sulit membedakan mana manusia yang tulus dan berakal bulus. Tapi saya pikir saat itu, ada orang baik kenapa saya tolak? Saya bisa lompat dari motor atau berteriak kalo terjadi apa-apa. Dan jarak kerumah saya udah deket, melewati keramaian, jadi kenapa saya harus takut? Saya orang baik, jadi kenapa saya harus dijahati?

Orang tua saya jelas marah besar. Saat itu emang tidak terjadi apa-apa. Saya sampai dirumah dengan selamat. Kadang kita punya semacam firasat tentang sesuatu yang baik dan buruk. Meskipun firasat sering kali salah, tapi saat itu firasat saya baik. Ini seperti saat kita mengendarai motor dan kita hanya menggunakan feeling untuk mengukur apakah motor kita cukup aman untuk menerobos keramaian jalan. Jadi apa salahnya menggunakan feeling untuk menilai apakah seseorang benar-benar bermaksud baik atau tidak?

Tapi meskipun firasat saya baik dan Alhamdulillah saya selamat saat itu, nasehat orang tua saya benar-benar membuat saya merinding membayangkan apa yang telah saya lakukan. Kalo dipikir-pikir lagi, kenapa saya bisa seberani itu sih mengijinkan orang asing nganterin saya kerumah?

Itu cerita lama sih tapi sangat berarti buat saya. Tapi ya gitu, kadang fokus kita tuh cuma ke satu hal, jadi hal lainnya lupa untuk dipertimbangkan, termasuk pertimbangan keselamatan. Itulah kenapa orang tua suka memberi nasehat, suka menegur, berpikiran kolot, konservatif, penakut dan sejenisnya. Karena mereka peduli dengan anak-anak mereka. Nasehat-nasehat itu sebenarnya untuk meningkatkan kewaspadaan kita. Bukan tidak percaya dengan anak-anak tapi agar kita lebih aware dengan bahaya yang mungkin tidak kita sangka. Bisa jadi menurut kita baik baik aja, tapi pengalaman orang tua berkata sebaliknya. Itulah kenapa orang tua cerewet.

Kalo dulu saya pernah berbuat neko-neko dan ternyata saya masih baik-baik saja, itu karena Allah masih menyelamatkan saya. Tapi butuh berapa kali percobaan sih? Mau sampe ditegur sama Allah? Mending ditegur orang tua apa ditegur Allah?
Selain karena Allah masih sayang sama saya, saya yakin orang tua saya ga pernah lepas berdoa agar saya selamat di dunia dan akhirat. Apa yang bisa orang tua lakukan untuk anaknya yang sudah mulai dewasa? Yang sudah mulai ngerti banyak hal, yang sudah tau maunya apa, yang sudah bisa membuat pilihan? Cuma modal doa 😭
"Anak ku lagi dikosan sendirian, selamatkan dia dari hal buruk ya Allah"
"Anak ku lagi main sama temen-temennya, selamatkan dia diperjalanan ya Allah"

Tidak ada orang tua yang ingin anaknya melakukan kesalahan atau "kenalakan" yang sama seperti yang pernah mereka lakukan. Semua orang tua yang peduli dengan anaknya menginginkan anaknya menjadi manusia yang lebih baik. Dan harus disadari bahwa manusia berproses. Ada masanya anak merasa ingin tau, ada masanya anak merasa lebih tau segalanya, dan masa-masa lain yang orang tua kitapun dulu pernah mengalaminya. Saya merasa menjadi lebih baik dari saya yang dulu pun butuh waktu. Orang baik juga butuh proses untuk menjadi baik. Tapi saya berharap, tulisan ini bisa membantu orang lain, terutama anak-anak saya untuk berproses menjadi lebih baik dan lebih cepat. Semoga tanpa perlu menunggu menjadi ibu/suami pun mereka sudah bisa lebih baik dari saya. Semoga nasehat bisa membuat mereka menjadi lebih baik tanpa harus mengalami sendiri kejadian yang pernah orang tua alami.

Dan semoga kita sebagai orang tua, kita bijak dalam memberi nasehat. Karena kadang nasehat yang tidak tepat waktu juga hanya akan mempersulit hubungan orang tua dan anak.

Saya berharap anak-anak saya kelak mengerti bahwa yang saya dan suami saya inginkan hanyalah kebaikan untuk mereka. Saya dan suami saya hanya bisa memberi nasehat dan berdoa semoga anak-anak mengerti apa yang kami maksudkan.

Daaaan buat semua anak-anak yang disayangi orang tuanya masing-masing, ingatlah kalo kehidupan itu tidak hanya tentang kamu aja. Tapi juga tentang keluarga yang masih sayang sama kamu, tentang calon suami/istri dan calon anak-anak yang menunggu kamu, dan masa depan yang perlu dijemput. 

Love,
Mimi

Continue Reading

Ketika Perjalanan Dinas lebih dari 3 hari

Sampai juga saya dikeadaan yang mengharuskan saya pergi ke luar kota lebih dari 2 malem. Sebenernya selama di Bandung, ini bukan yang pertama kali sih tapi udah ketiga kali. Yang pertama dulu saya sampe bawa Kayla dan suami ke Tasik 2 hari. Kali kedua saya minta Ibu dan Bapak dateng ke Bandung. Dan yang sekarang kayaknya ga mungkin deh minta Ortu ke Bandung lagi, sungguh gak tega 😢.

Rasanya kayak mau ninggalin setahun gitu. Padahal cuma ke Jakarta. Padahal 3 hari doang. Okeh 3 hari ga doang sih!

Dari sejak beberapa hari sebelum berangkat saya udah nahan-nahan kayak pengen nangis gitu rasanya. Rasanya kayak gausah berangkat ajalah ga papa. Udah kebayang nanti gimana Abi bobok sama Kayla, gimana Kayla makan, gimana berangkat ke Daycare. Dan bagaimana-bagaimana lainnya. Soalnya Kayla selama ini kalo ada saya tuh kayak mencampakkan abi gitu lho. Ibu ibu anaknya pada gitu juga ga sih ?? :(

Dan gimana bilang ke Kayla kalo beberapa hari ke depan saya akan tidak dirumah? 😢😢
dan emang pada akhirnya saya ga banyak sounding ke Kayla tentang perjalanan dinas saya ke Jakarta. Paling cuma sesekali aja sambil becanda-becanda.

Jadi gimana respon Suami?

Ya gituu deh. Suami mana sih yang benar-benar bahagia ditinggal berdua doang sama anak di hari kerja? Mending kalo ditinggalnya pas liburan ya, bisa bodo amat lah sama rumah. Kalo hari kerja kan harus nyiapin ini itu ya. Cuma ada pilihan lain gitu selain nguat-nguatin diri? 😜

yaa tapi saya pergi juga setelah dapet ijin suami kaaaan #pembelaan

Lalu gimana Kayla dan Abi selama ditinggal?

Jadi saya kan berangkat minggu sore dan akan balik ke bandung lagi selasa malem. Saya udah nyiap-nyiapin makanan gitu buat Abi dan Kayla. Masak oseng-osengan trus di simpen di kulkas jadi Abi tinggal ngangetin aja kalo mau makan. Plus nyetok makanan siap goreng kayak nugget, sosis, dan ayam ungkep. Kenapa ga beli aja? selain karena biasanya Abi suka bingung beli makanan apa yang bisa dimakan juga sama Kayla, juga karena biar hemat kali ya hahaha. Tapi sebenernya saya merasa harus bertanggung jawab gitu lho udah ninggalin mereka, makanya saya ninggalin bekal makanan buat mereka. Lagian cuma masak buat 3 hari kok, enggak banyak-banyak amat, masih sanggup.

Ya pasti ga akan segampang itu sih kayaknya kalo abi harus bangun pagi, nyiapin makanan, mandiin kayla dan lain-lain dan lain-lain. Ya gimana enaknya aja, ke daycare naik taksi juga gpp. Beli makan aja biar simpel juga gpp. Gak mandiin Kayla pagi-pagi juga gpp karena saya udah bilang ke Daycare kalo mungkin senin selasa Kayla akan mandi di Daycare. Gimana yang bikin Abi nyaman aja. Kecuali kalo bobok, Kayla emang kadang masih suka drama, nyariin mimi, mau bobok sama mimi. Mungkin ini yang sedikit repot.

Tapiii...
Diluar ekspektasi, Kayla ga seheboh yang saya bayangin. Kayla masih menikmati makan eskrim, foto-foto sama Abi, manjat-manjat tralis jendela, dan nonton film seharian sambil makan snack. Abi juga pagi-pagi masih sempet nyiapin makanan dan mandiin Kayla, bahkan sempet jemur baju dulu. Berangkat ke Daycare cuma berdua ternyata bisa diatasi juga 😎, saat ituu yaa. Di mobil udah banyak amunisi sih seperti cemilan, susu kotak (yang sebenernya ga saya bolehin Kayla minum susu kotak kebanyakan), dan film-film kesukaan Kayla. Tapi ternyata Kayla ga minta semua itu lho dan malah tidur lagi selama dijalan. WAOW 😀. Pulang dari Daycare? Saya lebih takjub lagi karena abi bilang Kayla selama dijalan nyanyi-nyanyi berdua sama Abi sampe rumah tanpa drama dan enggak ngeluarin amunisi sama sekali. Oooh Kayla 💗

Dramanya?
Ada dong pasti. Drama sebelum tidur tuh pasti terjadi. Karena emang biasanya setiap malem saya kelonin dulu kalo mau bobok. Tapi mana mau Kayla dikelonin bapaknya, mending aku tak tidur kali 😂. Tapi akhirnya tidur juga sih setelah beberapa saat larut dalam tangisan.

Dan beberapa kali terjadi rewel-rewel seperti mogok ditengah jalan ga mau duduk sendiri jadinya harus dipangku abi sambil nyetir. Ada juga acara pup di lantai, atau nyemprot nyemprot selang air ke dalam rumah 🤣. Itu sih standar anak kecil lah ya tapi Alhamdulillah ga sampe tantrum parah gitu sih.

Tapi kok ga seru gitu gak sih? Kok Kaylanya asik-asik aja sih 😑. Kayaknya lebih heboh kalo saya dirumah berdua sama Kayla deh. Abi juga kayak yang selow gitu lho. Kok gak yang sedih apa gimana gitu bakal saya tinggal. Huft😝

Gimana perasaan selama ninggalin anak sama suami?
Duuuh monmaap ya paak saya di jakarta selonjoran di hotel nulis blog sambil nonton tivi pak 🙈. Tapi itu juga karena padatnya jadwal acara yang sungguh sangat membuat lelah jiwa raga #pembelaan.

Ini baru pertama banget keluar kota tanpa kayla. Makanya rasanya lebih ke khawatir dan pengen nelpon tapi khawatir Kayla nangis atau khawatir abi lagi repot ngurusin ini itu. Karena biasanya kalo keluar kota selalu saya bawa Kaylanya. Bahkan pernah pelatihan seminggu ya saya bawa kayla nginep seminggu diluar kota, kebetulan waktu itu masih punya baby sitter. Kayla sekarang udah lebih dari 2 tahun, udah ngerti sebenernya mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Udah paham kebiasaan-kebiasaan sehari hari seperti apa. Udah bisa diajak ngobrol dan udah ngerti kalo dinasehatin. Jadi saya pikir tidak akan terlalu sulit untuk abi mengarahkan Kayla selama saya pergi.

Yang membuat tidak nyaman sebenernya rasa bersalah saya sendiri. Tapi ini bagian dari proses membangun keluarga yang saya dan suami sepakati. Ini bagian dari proses pendewasaan bagi kami bertiga. Saya mungkin ga setiap saat didekat kayla, Kayla mungkin tidak mendapati saya selalu disisinya setiap waktu, tapi saya harap hal ini bisa menjadi bagian dari proses pembelajaran hidup bagi kami semua. Belajar mandiri, belajar arti sebuah perjuangan, belajar membagi waktu, belajar saling menghargai, belajar untuk saling mendukung, belajar toleransi, belajar dewasa, dan belajar hal hal lainnya.

Dan saya bersyukur Abi sangat paham dengan kondisi kami saat ini. Saya bersyukur keadaan-keadaan yang terasa sulit ini jadi bikin kompak antara saya, Abi, dan Kayla. Ini poin penting banget menurut saya, ga cuma untuk Abi tapi juga untuk semua suami di luar sana terutama bagi yang istrinya bekerja tentang dukungan suami pada istri dan istri pada suami. Tantangannya pasti akan beda antara kalo suami yang harus kerja keluar kota dengan kalo istri yang harus kerja keluar kota. Suami harus paham tentang konsekuensi kalo istri bekerja dan tidak bekerja. Dan semua keputusan itu pasti ada resikonya. Ada kalanya menjadi ibu bekerja juga membawa kegalauan dalam rumah tangga. Itulah kenapa menurut saya alasan tetap bekerja bagi ibu-ibu tuh harus kuat. Harus sepaham antara suami dan istri kenapa mengambil keputusan ini. Kenapa saya harus tetap kerja? kenapa saya ga kerja dirumah aja? Gimana nanti anak selama saya kerja? Gimana nanti kedepannya? Pertanyaan-pertanyaan itu harus kejawab dulu dengan alasan yang bisa diterima dan disepakati antara istri dan suami. Sehingga nanti, ketika kami lelah dan sedang lemah, ketika kami sedang kacau, kami bisa ingat kenapa kami melakukan semuanya. Saling meyakinkan dan menguatkan. Intinya sih kalo saya, alasan tetap bekerja bagi seorang Ibu tuh bukan ngikutin hawa nafsu doang. Bukan semata-mata ingin pencapaian pribadi, mencari kewarasan hidup atau sejenisnya. Perlu ada alasan lain gitu yang lebih mendesak dan punya manfaat lebih luas. Misalnya karena alasan sosial, ingin membantu sesama, berjuang untuk hajat hidup orang banyak. Atau seperti harus bayar cicilan rumah atau ngumpulin tabungan sekolah anak dulu, atau karena harus menghidupi keluarga dan sanak saudara.

Dan kembali lagi bahwa setiap manusia di dunia ini punya peran hidup berbeda-beda. Siapa tau peran hidup kita di dunia ini ya lewat pekerjaan kita sekarang ini kan.

Kalo udah giniiii, prinsip saya sih kayak nyari jodoh ajalah, "cari yang kekurangannya bisa kita terima". Ga ada kan keputusan yang ga punya resiko. Jadi cari aja yang kekurangan atau resikonya yakin bisa kita atasi 😉 

Terimakasih Abi dan Kayla, support system terbaikku.

Berarti besok-besok udah bisa dooong ditinggal keluar kota lagi ya beb 😚

Continue Reading