Saturday, December 10, 2022

Pertama Kali Nulis Buku

BY Maya Pratiwi No comments

Bulan terakhir tahun ini. Haaa udah mau tahun baru ajaaa, udah lewat satu tahun udah ngapain ajaaa 😆😱

Tahun ini, yang penting adalah akhirnya aku udah dapet SD buat Kayla. titik

Aku udah cerita disini kalo nyari SD buat Kayla itu bener-bener perjalanan yang emosional buat aku. Mungkin buat orang lain terlihat mudah tapi bagiku enggak. Sama sekali ga mudah.

Bukan cuma karena pasti ada value value tertentu yang aku pengen ada di SD Kayla tapi juga karena aku punya pengalaman buruk semasa SD jadi aku beneran tidak mau itu terjadi sama Kayla.

Tapi tapi tapi ada hal tak terduga yang terjadi di bulan ini.

Aku nulis buku...!! 🥳🥳

Haha yaah bukan buku yang gimana gimana sih 👉👈. Aku ikut project nulis gitu. Sebenernya semua orang bisa ikut project nulis ini asal daftar, bayar, dan ngumpulin. Karena semua naskah bakal diterima sebenernya. Hhhmmmm

Merasa agak kurang spesial gitu sih awalnya. Soalnya semua naskah diterima. Jadi kaya ga ada prestasi-prestasinya gitu ga sih wkwkwk. Mana ternyata itu buku yang ngejual ya penulisnya sendiri. Aduuuuh jualan legging, baju, dan mukena aja aku malunya setengah metong. Ini disuruh jualan buku sendiri 😖. Siapa guee ngejual tulisan sendiri ya kaaan 😪

Tapi udah terlanjur bayar bund, sayang duit

Yawdahlah aku kerjain aja.

Ternyata ini project 3 buah buku dengan topik beda-beda. Setiap buku hanya dikasih waktu 1 minggu untuk nulis naskah. Nah disini aku jadi agak tertantang nih. Jadi pas akhirnya bisa ngirim naskah pertama tu aku happy banget ya ampuuuun 😆. Kayak yang "widiiiih aku bisaaaa". Bisa ngirim tepat waktu maksudnya wkwk

Tapi asli deh nulis buku ternyata gak gampang. Nulis blog aja kadang gak gampang loh. Kendalanya kalo aku nulis tuh, rasanya ada banyak hal yang pengen aku ceritain tapi pas nulis tuh yang keluar dikit banget. Cek deh tulisan aku yang ini. Aku tuh udah niat banget pengen ngreview film ini karena pas nonton tuh kaya dapet insight gitu. Tapi pas nulis aku jadi bingung sendiri mau ngomong apa gitu.

Lalu, kalo blog itu rasa-rasanya ya nulis aja sesuka hatiku ya. Tapi pas nulis buku tuh aku merasa kaya ada tuntutan gitu lho. Secara orang mau baca buku itu tuh kudu beli ya kan. Gak gratis kaya baca blog. Jadi pasti pembacanya itu menginginkan sesuatu lah dengan baca buku itu. Punya ekspektasi. Entah dari ceritanya yang relate sama mereka, atau gaya bahasa yang gak bosesnin, atau hikmah dari ceritanya. Jadi lebih berasa punya tanggung jawab untuk deliver message yang tepat gitu.

Mana itu naskah kan dikasih minimal kata 1.500 yah. Trus pas aku mulai nulis tu kaya, "lah ini kok baru 700 udah beres sih." Soalnya kan misal nih kita mau nyeritain konflik anak durhaka sama ibu, ya langsung inti cerita gitu kan ga akan nyampe 1.500 kata kan. Jadi kaya bikin cerita tambahannya tu juga perlu mikir biar ga aneh, biar nyambung sama inti cerita. Dan seperti biasa, aku kalo bikin penutupan suka bingung sendiri wkwkwk

Tapi tapi, gitu naskah pertama aku kirim. Lalu aku baca ulang, aku kayak "iiih aku kok bisa sih kmaren nuliiis iniii." So proud sama diriku sendiri 👍

Belum tentu kalo disuruh ngulangin lagi bisa. LOL

Yaaah tapi aku senang sih karena aku berani ambil langkah pertama ini. Meskipun itu ga akan jamin aku akan jadi penulis, meskipun ga akan menjamin masa depanku juga. Tapi berani untuk nyoba hal baru ini udah bagus banget.

Hahaha kok kaya terlalu bangga gini sih

Ya soalnya semudah apapun yang aku pikir aku lakukan, kaya ceritaku di awal, gak semua orang melakukan kan? Kalo aku bilang, "elah ini mah project nulis semua orang juga bisa kali ikut dan nerbitin buku." Faktanya ga semua orang melakukannya kan? Yaaaah, mau meluangkan waktu untuk melakukannya aja udah bagus. Karena "bisa" tidak akan cukup kalo ga kamu lakuin juga.

Tapi sejujurnya aku deg-degan juga sih sama yang udah PO ke aku 😂😂

iiiih tulisan aku dibacaaa merekaa, temen-temen sama tetangga akuuu. Gimana dooong. Nanti apa kata mereka yaaa. Nanti kalo pada ga suka gimanaaa. Nanti kalo mereka ga ngerti aku nulis apa gimanaa dooong. Huhuuu diketawain gaa. Nanti kalo nanti kalo nanti kalo......

overthinking

Tau ah. Aku udah capek nulisnya. Kalo ga suka yaudah lah aku ga mau nulis lagi 💥

Haha. Ya entahlah, aku juga gatau hahaha. Let see aja apa kata mereka. Namanya juga pertama kali. Gimana sih pertama kali kalo ga perfect ga papa kali ya (?). Aku sih berharapnya mereka suka. Tapi kalo ternyata tidak ya itu diluar kendaliku juga

Semangat mayaaaw \(>.<)/

btw kalo mau baca buku aku, ikut PO tgl 17 Des ya, DM aku di IG 😝
Klik : IG Maya

Monday, September 12, 2022

Momen masuk SD

BY Maya Pratiwi IN , , , , No comments

Mencari sekolah untuk anak bagiku bukan perkara mudah. Sangat sangat sulit dan bahkan sampai membawaku harus beberapa kali konsultasi dengan psikolog. Aku punya pengalaman buruk saat aku SD, bullying. Tidak bermaksud mewajarkan bullying dikalangan anak-anak tapi aku tau kasus seperti ini sangat banyak terjadi.

Menjadi anak salah satu guru di tempatku bersekolah tidak serta merta memberiku privilege seperti orang lain, setidaknya tidak seperti yang mereka bayangkan. Lucky me, aku langganan ranking satu. Mungkin mereka pikir itu bukan karena kemampuanku sendiri, tapi karena ibuku seorang guru. Sepanjang yang aku ingat, mereka ga cuma menyerangku secara verbal tapi juga fisik. Aku pernah dilempar bungkus minuman kotak, pernah dilempari kertas, pernah dilempari kodok, pernah diludahi, pernah juga di pukul pake kayu. Ditertawakan saat maju kedepan kelas, tidak ada yang boleh duduk sama aku, diancam setiap kali ulangan/ujian gak ngasih contekan. Dan seniat itu mereka selalu ngganti meja dan tempat dudukku jadi yang paling jelek dimanapun aku duduk. Sinting memang 😆😅

Teringat suatu pagi, maya kecil berkata pada dirinya sendiri "Aku pernah mengalami hari yang buruk dan akhirnya hari buruk itu berlalu. Jadi aku pun bisa menghadapi hari ini". Baiknya Allah padaku memberikan aku perlindungan hingga aku masih bisa hidup dan berdaya hingga saat ini. 

Entah berapa kali aku menangis tapi tentu saja orang akan menganggap biasa anak-anak yang menangis karena ulah temannya bukan? Tidak jarang mereka bilang "masa gitu aja kalah, lawan balik lah", "masa gitu aja nangis". Haha, kukira aku tidak sekuat kalian untuk menghadapi mereka dengan perlawanan. Aku sudah cukup kuat dengan melawan rasa takutku sendiri untuk pergi kesekolah. Jika boleh aku memberi saran, beberapa anak terpacu untuk melawan dan bisa jadi itu baik buatnya tapi beberapa anak hanya ingin seseorang menemaninya untuk menghadapi rasa takutnya. Sama dengan beberapa orang yang lagi curhat itu tidak butuh solusi tapi hanya butuh didengarkan.

Ingin rasanya memeluk Maya kecil, mengusap kepalanya, mengecup keningnya, menenangkan tangisnya, membesarkan hatinya. 

Aaah, menjadi ibu rupanya membuatku membuka dan merawat kembali aku kecil yang pernah terluka :'). Luka lama yang bertahun-tahun aku simpan, aku jaga agar tidak tampak dari permukaan tapi terbuka kembali saat momen masuk SD harus aku hadapi lagi sebagai seorang ibu.

Akumulasi pengalaman itu yang akhirnya membentukku saat ini. Tidak ingin menyalahkan siapapun, tapi tidak juga ingin melupakan apa yang pernah terjadi. Hanya saja aku tau bahwa masa laluku tidak mendiskripsikan aku dimasa depan. Menjadi apa aku dimasa depan adalah hasil keputusanku saat ini.

Sempat viral saat itu, seorang artis muda yang membuat geger karena video youtubenya yang meluapkan ekspresi marah dan menangis dan membuatnya disangka mengalami gangguan jiwa. Jika boleh aku sampaikan, itu hal yang ingin aku lakukan setiap kali aku mengingat masa kecilku. Ingin rasanya aku sampaikan pada orang diseluruh dunia betapa jahatnya teman-temanku. Ingin aku sebut namanya satu-satu, mengharapkan mereka menangis berlutut meminta maafku, lalu aku lihat hidupnya hancur seperti hancurnya perasaanku dulu. Ah tapi nanti aku disangka gila juga 😂

Enggak lah..

Salah satu dari mereka pernah meminta maaf dan seingatku aku maafkan. Ya apalagi yang harus aku lakukan? Menahan maafku juga tidak membuat masa laluku berubah menjadi indah. Apa bedanya aku dengan mereka jika tidak berani memberikan maaf? Jangan samakan aku dengan mereka, meskipun memafkan bukan berarti melupakan. Dalam konteks ini, memberi maaf bagiku seperti mengatakan bahwa, oke aku tidak akan membalas apapun, silahkan pergi.

Aku berusaha untuk berdamai dengan masa laluku. Aku berusaha merawat kembali aku yang dulu. Tidak lagi aku membandingkan diriku dengan orang lain karena orang lain tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Meskipun masih tersisa ketakutan besar jika apa yang terjadi padaku akan terulang pada Kayla. Aku berharap tidak tapi sungguh ketakutan itu tidak bisa aku redam. Aku tidak mau sembarangan mencari sekolah untuk Kayla. Aku mau Kayla bersekolah ditempat dimana dia dimengerti, dipahami sebagaimana dia adanya. Sekolah yang fokus pada kesehatan mental murid-muridnya. Karena aku tau betapa berharganya, betapa mahalnya bisa tumbuh dewasa dalam lingkungan yang sehat diawal-awal kehidupan kita. Meskipun dunia tidak seindah yang kita pikirkan, aku mau Kayla tumbuh dengan jiwa dan raga yang sehat agar dia siap menghadapi dunia.

Aku tidak selamanya akan disisinya, dia harus tau bahwa aku mencintainya dan akan selalu ada bersamanya. Dia harus tau bahwa dia punya teman-teman dan orang terdekat yang ada untuknya. Dia harus tau bahwa dirinya sendiri adalah teman terbaiknya yang layak dicintai dan bagaimana dia bisa berdiri dan berdaya dengan dirinya sendiri.

Sunday, September 11, 2022

Not Okay - Movie Review

BY Maya Pratiwi IN No comments

 

image source : wikipedia 

Aku agak surpised karena endingnya ga bahagia seperti kebanyakan film. Tapi menarik, film ini menggambarkan tentang seseorang yang berambisi ingin populer sehingga dia merancang kebohongan tentang pengalaman traumatisnya yang pada akhirnya berhasil menarik simpati banyak orang. Ada quote yang menggelitik "Your pain is you biggest asset". Sebuah satire yang mewakili kehidupan saat ini. Kebanyakan orang "menjual" rasa sakitnya untuk menarik simpati banyak orang, lalu populer, dan ambil benefit dari rasa sakitnya itu. Ga semua memang yang seperti itu tapi banyak.

Apalagi saat ini jamannya orang lebih aware dengan mental health, motivational quote, dan kind of these things. Ketika rasa sakit kamu itu bisa kamu kemas dengan apik, bisa ngasih inspirasi buat banyak orang, jadilah rasa sakitmu itu sebagai aset. Tapi ya ga selalu sih, karena seringkali juga saat hidup kita biasa-biasa, sedang kesulitan, dan tidak famous ya teman-teman kita hanyalah gelap malam :(

Sama sih kaya karakter Danni Sander di film ini. Awalnya dia merasa kesepian dan ga punya temen. Once she "accidentally" being popular, most of her friends pay attention to her. Ya pada akhirnya karena mendapatkan kesenangan dan jadi populer, orang akan melakukan apa saja untuk mempertahankan kepopulerannya. Iya kan??

Sejujurnya aku agak sedih sih endingnya karena Danni Sander ga dapet maaf dari temen baiknya 😝. Ya karena aku sebagai penonton memahami kalo she didn't mean it, sayangnya dalam kehidupan nyata kita yang menjalani tidak bisa sekaligus menjadi penonton yang bisa melihat sebuah kejadian dari berbagai sudut pandang, ya kan? Bisanya jadi komentator yang terus memberikan komentar dari sudut pandangnya aja.

Kalo menurutku, film ini bagus. Meskipun aku yakin sebagian besar orang akan paham konteksnya tapi tetap tidak akan membuat mereka berubah karena having good understanding does not give you a privilege like popularity.

Monday, May 30, 2022

Kerja Rodi Jaman Sekarang

BY Maya Pratiwi IN , , , , No comments

 

Story WA saya

Saya kerja emang baru 8 tahun sih, belum senior tapi bukan anak baru juga. Selama 8th kerja saya sering dapet ekskul tapi baru kali ini saya ngerasain kecewa banget sih. Kalian pada tau ga sih kegiatan ekskul dikantor?

Itu loh, dikasih kerjaan yang bukan kerjaan utama. Contohnya biasanya kaya jadi panitia agustusan dikantor gitu. Tapi ragam kegiatan ekskul lebih beragam dan absurd. Jangan mikir penugasan satgas-satgas gitu termasuk ekskul ya. Satgas beda lagi dia karena lebih jelas. Yang ekskul ini meskipun ada penetapan, biasanya saking absurdnya, atasan kita sampe lupa itu gawean yang mana. Atau karena lupa jadi absurd? Tapi kenapa bisa lupa coba kalo emang ga absurd? Nah kan. Biasanya kerjaan ekskul ini hecticnya udah 11-12 lah sama kerjaan asli

Saya kecewa banget sih karena, namanya ekskul itu kan sebenernya ada sebuah unit yang punya tugas lalu mendelegasikan (pake kata delegasi biar keren) tugas tersebut ke orang lain yang beda unit. Ekspektasi saya, kalo elu ngedelegasiin tugas elu ke orang lain ya harusnya elu yang mastiin si orang ini udah dapet ijin dari atasannya dong ya. Kalo ijinnya belum jelas kan riskan juga.

Itu kejadiah tuh sama saya ketika saya udah sukarela ngerjain ekskul, lalu bos saya agak rese ngomongin prioritas, lalu yang punya ekskul angkat tangan (masalah internal ceunah). Kagak usah ngomong siapa yang salah siapa yang bener dah, ribet. Entar yang ini ngomong begini, yang ono ngomong begono. Saya? jelas ga mau dibilang ga bisa mrioritasin kerjaan saya. Udah mah saya kalo meeting kalo ga jam 7 pagi lagi berangkat ke kantor, jam set12 menjelang istirahat maksi, jam 5 sore pas dijalan pulang, atau malah kadang malem. Baru sekali saya kegep lagi meeting ekskul pas dipanggil bos, diungkit-ungkit lah. Sampe saya berani bilang "ini kegiatan ekskul udah 4 bulan. Ada gak bapak liat kerjaan saya ga beres?". Gilaa bangga saya sama diri saya sendiri bisa berani menyuarakan kebenaran 👏

Kagak tau terimakasih emang tu yang punya ekskul ya. Udah nambahin kerjaan saya, bukannya makasih, malah pura-pura bego gitu pas saya dapet masalah. Males saya, disini saya sultannya. Elu kagak mau support yaudah nyooh saya balikin kerjaan, kerjain dewe. Saya ga perlu validasi dari siapapun kalo saya karyawan yang punya integritas dan bermanfaat. Kagak usah divalidasi, saya tau saya berintegritas, inisiatif, tanggung jawab, bermanfaat, karyawan baek-baek. Cari aja sana orang lain yang mau kerja rodi sama elu. Toh saya digaji bukan buat ngerjain ekskul (emosi 😂)

Bos saya ga beda sih, kebangetan juga. Ente ga liat ini ada karyawan punya inisiatif tinggi, berdedikasi ke perusahaan gini? Bukannya di support, disolusikan, dimusyawarahkan baek-baek. Ya kalo ga ngedukung mending ente ngomong langsung ke yang ngasih ekskul, bilang ini staf ane jangan dikasih ekskul. Elu jadi bos kan punya wewenang buat ngomong pak, jangan kaya kroco gitu lah, ga berani bersuara. Kalo mau ngedukung ya jangan belagak ngomongin prioritas. Lagian ini ekskul bukannya urusan pribadi kan, buat perusahaan juga.

Makanya pada hati-hati ya. Anak-anak baru tuh biasanya masih haus akan validasi. Pengen divalidasi dulu kalo emang karyawan teladan makanya nurut bener disuruh-suruh. Ya ga papa sih, bener, ga salah. Kalo lempeng-lempeng aja nanti jadi ga punya banyak pengalaman. Tapi ati-ati dimanfaatin lu. Cepet-cepet jadi manager kalo perlu biar suara didengar.

Kadang ngerjain ekskul tu seru memang. Ada rasa kebosanan yang ga bisa diungkapkan kalo kita kerjanya monoton itu lagi itu lagi. Makanya ngerjain ekskul itu masih diminati, meskipun sukarela. Sama lah kaya kenapa mahasiswa yang tugasnya udah banyak tapi masih mau-maunya ikut kepanitiaan/ormawa/lab/kegiatan lainnya? Karena ada kepuasan tersendiri yang didapatkan, entah apapun bentuknya ya tergantung masing-masing orang. Dan somehow mendapatkan kepuasaan itu membuat bahagia. Jadi emang yang bikin masalah itu bukan kerjaan ekskulnya, tapi bagaimana perilaku dan kebiasaan orang-orang yang membuatnya menjadi tidak sehat.

Dan aku mungkin salah juga karena berekspektasi terlalu tinggi atau tidak terlalu tangguh untuk berjalan melawan badai. Tapi aku belajar bahwa meminta bantuan orang lain itu tidak salah asal kamu tau caranya berterimakasih dan membantu orang lain belum tentu benar ketika kamu tidak bisa mengelola ekspektasi.