Tuesday, September 24, 2019

Makna Bekerja

BY Maya Pratiwi IN , , 1 comment


Pagi ini saya bangun lebih pagi dari biasanya. Bukan karena saya yang mau tapi karena saya tidak bisa tidur.

Jam 02.00 
Harusnya jam 03.00 saya berangkat bersama rombongan kantor menuju ke Jakarta. Tapi saya urung berangkat sepagi itu. Saya memilih berangkat menggunakan kereta api, supaya tidak berangkat terlalu pagi. Meskipun saya tau saya akan sampai lebih lambat dari rombongan.


Sayangnya pikiran saya bergejolak. Saya tidak bisa tidur. Saya benci kalo terus menerus kepikiran hal-hal tidak penting yang mengganggu tidur saya.

Acara ke Jakarta hari ini sungguh ga masuk akal buat saya. Menurut akal saya aja kali ya, akalnya rakyat jelata yang mau enaknya aja. Agendanya mungkin emang sepenting itu kali ya. Tapi lucunya, pesertanya ya orang-orang itu juga, orang-orang yang kami bisa ketemu dibandung aja sebenernya. Jadi ke Jakarta bukan karena harus menghadiri undangan atau bertemu dengan orang-orang yang cuma bisa ditemui dijakarta atau orang penting yang ga punya banyak waktu jadi kami harus ngalah dateng ke Jakarta. Jadi kayak cuma pindah tempat aja dari yang bisa dibandung tapi pindah ke jakarta. Wagu ga sih?

Saya yang kurang gaul atau yang bikin acara yang terlalu kreatif? Kenapa otak saya ga nyampe sih untuk mencari esensi dari kegiatan tersebut?

Tapi toh saya ga berdaya juga untuk menolak. Saya tetep dateng juga tuh. Ninggalin anak dan suami saya sepagi itu. Saya pengen mengkasihani suami saya yang harus ngurusin anak kecil pagi-pagi. Atau mengkasihani diri saya sendiri. Tapi orang lain mungkin juga butuh dikasihani kan, jadi saya ga mau egois mikirin diri saya sendiri.

Itulah bekerja.
Kadang kita bisa saja kehilangan makna dari bekerja. Merutuki pekerjaan atau menganggap orang-orang sudah mulai gila dengan keputusan-keputusannya yang tidak masuk akal. Yang rasanya seperti cuma nambahin kerjaan tapi tidak menyelesaikan masalah. Tapi saya tidak ingin jadi orang yang tidak pandai bersyukur. Mungkin emang saya digaji salah satunya untuk seperti ini. Mungkin lebih baik saya yang datang ketimbang orang lain yang punya seabreg pekerjaan. Udahlah dia kerjaanya banyak ditambah harus menghadiri acara yang tidak akan menyelesaikan pekerjaannya. Lebih kasihan.


Itu sepenggal kisah di pekerjaan saya. Kisah-kisah bermuatan racun. Belum termasuk ketika saya merasa "enak banget dia kerjaannya kayak gitu 'doang', kita yang disini kerja sampe ngempet". Belum juga ketika saya merasa orang lain tidak adil pada saya. Atau ketika saya merasa tidak dianggap, tidak dihargai, padahal sudah berusaha maksimal. Atau ketika saya merasa orang orang tidak mengerti saya. Dan segala macam racun racun lainnya.

Tapi hey. Emang saya siapa?

Dalam perjalanan saya pagi ini dari rumah ke stasiun menggunakan taksi, saya melihat ada seorang bapak di dalam sebuah taksi lain yang terparkir dipinggir jalan, dia melihat taksi saya melaju dengan tatapan yang sangat lelah. Mungkin dia pikir "waow ada sebuah taksi yang membawa penumpang sepagi ini, kenapa bukan taksi saya yang dapet penumpang?"

Kemudian ada beberapa tukang ojek berbalut jaket tebal yang sedang duduk di pangkalan. Pikir saya "emang ada ya yang bakal naik ojek sepagi ini? Ini kan komplek perumahan, tidak seramai pasar"

Se"gambling" itu ga sih pekerjaan orang lain? Banyak variabel tidak terkontrol yang setiap hari mereka hadapi. Yang belum tentu dapet penumpang, belum tentu yang beli banyak. Yang belum tentu dapet angkot. Yang belum tentu targetnya kecapai. Kehidupan dimana satu-satunya hal yang pasti dalam hidup mereka adalah ketidakpastian.

Sedangkan saya ketika merasa sangat lelah dalam bekerja, ketika saya menginginkan jeda dalam bekerja, toh saya masih tetap dapet gaji. Bahkan mungkin saya harus benar-benar menjadi karyawan yang sangat buruk sekali dulu sebelum akhirnya dipecat dan kehilangan pekerjaan lalu tidak dapat gaji. Sedangkan mereka yang saya ceritakan diatas dan mereka-mereka lainnya diluar sana, sekali saja merasa lelah dan berniat mengambil jeda dalam bekerja, mereka ga akan dapet penumpang atau pembeli dan bisa jadi pulang kerumah dengan tangan hampa.

Sampai disini saya merasa ditampar. Dan lalu saya meniatkan diri saya untuk pergi ke Jakarta dengan ikhlas (Tapi kenapa seharian ini saya sakit perut ya?)

Meskipun pekerjaan adalah sebuah pilihan. Saya tidak ingin menghakimi orang lain karena memilih pekerjaan mereka saat ini. Semua orang kan punya peran hidup yang berbeda-beda. Untung ada taksi yang masih ngetem sampe subuh, jadi ada yang nganterin saya. Untung ada ojek, jadi saya bisa nyampe kantor lebih cepet. Untung ada pegawai kebersihan, jadi kantor dan jalanan menjadi sangat bersih tanpa saya perlu ikut kerja bakti tiap hari jumat.  Untung ada porter jadi saya ga keberatan ngangkat koper. Dan semua pekerjaan yang tercipta untuk memudahkan orang lain.

Hhmmmmm
Saya tidak tau, mungkin acara hari ini memang diperuntukan agar saya lebih memahami makna kehidupan. Bahwa nalar manusia tidak sama, bener menurut saya belum tentu bener menurut orang lain. Bahwa cara pandang seseorang terhadap sesuatu juga bisa jadi berbeda dan kadang kita ga bisa maksain orang lain berpikir sama seperti kita. kehidupan tidak melulu semulus yang kita inginkan. Bahwa ada banyak sekali hikmah dan pelajaran hidup bagi siapapun yang mau memaknainya.


Paling gak, saya berusaha segera kembali normal ketika racun racun penebar kebencian dalam bekerja mulai menyerang saya. Mungkin saya sama dengan lainnya, punya potensi ketidakberkahan dalam bekerja karena selalu mengeluh, tapi saya yakin saya berusaha selalu mengambil hikmah dalam setiap hal.

Tapi ngerti gak maksudnya ngambil hikmah itu apa?
Saya ga ngerti ngerti amat sih. Tapi "bisa ngambil hikmah" itu seperti saat kalian lagi ngeluh dan sebel tingkat maksimal lalu tiba-tiba bisa jadi sangat ikhlas dalam menjalankannya. Bisa jadi sangat ikhlas. Itu maksudnya ngambil hikmah, biar bisa ikhlas.


Karena kembali ke basic. Kalo kamu ngeluh terus dengan kerjaan, kenapa ga keluar aja? Entah nyerahin kerjaan itu ke ahlinya atau yaudah resign aja gitu? Dari pada kamu ngeluh lalu pundi pundi uang yang kamu pakai itu menjadi tidak berkah. Karena siapa tau bukan kerjaanmu yang salah, tapi kamu yang salah menyikapi.

Bekerja itu lelah. Sangat lelah. Lelah dengan pekerjaan, lelah mengahadapi dinamika pekerjaan, lelah juga berhadapan dengan orang-orang. Tapi pilihan kamu untuk terus tenggelam dalam kelelahan itu atau belajar ikhlas dan menumpuk keberkahan untuk keluarga.

Belajar Ikhlas yuk biar berkah :)

Saturday, September 7, 2019

Apakah Masa Kecilmu Menyenangkan ?

BY Maya Pratiwi IN No comments

Kayla, apakah masa kecilmu menyenangkan?

Suatu hari ketika Kayla sudah mengerti tentang mengungkapkan perasaan, saya akan bertanya tentang pertanyaan tersebut.

Saya percaya bahwa apa yang terjadi di masa kecil seseorang akan berpengaruh pada apa yang akan dia bawa hingga dewasa. Saya berharap Kayla mengenang masa kecilnya sebagai masa-masa yang bahagia. Bukan bahagia karena dia belum punya beban atau tanggung jawab yang besar. Tapi bahagia yang benar-benar bahagia. Bahagia yang sampai membuat dia bersemangat untuk menyalurkan kebahagiaan tersebut pada orang lain.

Saya berharap bisa membawa kebahagian di kehidupan Kayla. Meskipun yaa entah bagaimana caranya 😁. Saya tidak tau apakah membelikannya es krim setiap hari sabtu akan membuat dia bahagia. Saya tidak tau apakah bermain dikasur bersama-sama akan berkesan baginya. Saya tidak tau apakah membuat lingkaran dan berputar-putar akan bisa membuat kebahagian baginya. Saya bahkan tidak tau apakah Kayla akan ingat kejadian itu semua 😂.

Kayla, kalo mimi pernah berbuat kasar sama Kayla. Atau pernah marah sama Kayla. Mimi harap Kayla masih akan tetap sayang sama mimi. Mimi ga mau Kayla lupa sama mimi saat Kayla punya banyak teman nantinya :(

Tapi padahal, cerita masa kecil yang menyenangkan itu kan biasanya cerita pas lagi sama temen-temen sepermainan ga sih? 😅. Soalnya kebanyakan pas kecil itu dimarahi ibu gara-gara keseringan main wkwkwkwkk.

Tapi Kayla punya cerita berkesan yang ada mimi sama abi nya kan?

Menikah Itu...

BY Maya Pratiwi IN , No comments

Kadang pernikahan itu seperti sebuah jebakan.
Bagi mereka yang tidak benar-benar punya tujuan mengapa mereka menikah.

Menikah itu bukan pelarian. 
Menikah juga kadang bukan sebuah solusi. 

Menikah itu inginnya untuk seumur hidup kan?
Lalu ingin seperti apa seumur hidupmu?
Ingin bersama siapa seumur hidupmu?

Menikah itu juga bukan hadiah. 
Bukan hadiah bagi pasangan yang sedang merajut cinta.

Menikah itu sangat rumit. 
Menikah itu sangat berat.
Menikah itu tidak bisa ditarik kembali. 
Pilihannya adalah menyelesaikan sekarang atau mempertahankan sampai mati.

Saya ga akan ikut nyinyirin temen-temen yang memutuskan belum menikah di usia ketika orang-orang sudah menikah. Saya juga tidak akan nyinyirin orang-orang yang terlibat KDRT atau perceraian atau pembunuhan di dalam keluarga. Karena emang seberat itu berada dalam sebuah pernikahan. Jika kamu salah arah.

Memutuskan menikah atau belum menikah itu sama beratnya.
Semua orang punya kesulitan.
Semua orang berjuang untuk kondisinya masing-masing.
Jadi saya hanya akan nyinyir pada orang yang malas berusaha.

Menikah itu bukan menunggu siap. 
Karena manusia tidak pernah siap. 
Menikahlah ketika kamu yakin.

Yakin kalau dia orang yang tepat. Yakin kalau kalian bisa membangun rumah tangga. Yakin dia bisa menerimamu. Yakin kamu bisa menerimanya. Yakin kalian bisa akan saling mempertahankan pernikahan. Dan keyakinan-keyakinan lainnya.

Apakah yakin saja cukup?
Enggak
Kamu harus berusaha.

Kamu yakin bisa menghidupi keluargamu hanya jika kamu berusaha
Kamu yakin bisa mempertahankan pernikahanmu hanya jika kamu berusaha
Kamu yakin bisa membuat keluargamu bahagia hanya jika kamu berusaha

Yakin tanpa usaha itu namanya omong kosong, berkhayal !

Jadi gimana, kamu yakin akan menikah?