Monday, September 12, 2022

Momen masuk SD

BY Maya Pratiwi IN , , , , No comments

Mencari sekolah untuk anak bagiku bukan perkara mudah. Sangat sangat sulit dan bahkan sampai membawaku harus beberapa kali konsultasi dengan psikolog. Aku punya pengalaman buruk saat aku SD, bullying. Tidak bermaksud mewajarkan bullying dikalangan anak-anak tapi aku tau kasus seperti ini sangat banyak terjadi.

Menjadi anak salah satu guru di tempatku bersekolah tidak serta merta memberiku privilege seperti orang lain, setidaknya tidak seperti yang mereka bayangkan. Lucky me, aku langganan ranking satu. Mungkin mereka pikir itu bukan karena kemampuanku sendiri, tapi karena ibuku seorang guru. Sepanjang yang aku ingat, mereka ga cuma menyerangku secara verbal tapi juga fisik. Aku pernah dilempar bungkus minuman kotak, pernah dilempari kertas, pernah dilempari kodok, pernah diludahi, pernah juga di pukul pake kayu. Ditertawakan saat maju kedepan kelas, tidak ada yang boleh duduk sama aku, diancam setiap kali ulangan/ujian gak ngasih contekan. Dan seniat itu mereka selalu ngganti meja dan tempat dudukku jadi yang paling jelek dimanapun aku duduk. Sinting memang 😆😅

Teringat suatu pagi, maya kecil berkata pada dirinya sendiri "Aku pernah mengalami hari yang buruk dan akhirnya hari buruk itu berlalu. Jadi aku pun bisa menghadapi hari ini". Baiknya Allah padaku memberikan aku perlindungan hingga aku masih bisa hidup dan berdaya hingga saat ini. 

Entah berapa kali aku menangis tapi tentu saja orang akan menganggap biasa anak-anak yang menangis karena ulah temannya bukan? Tidak jarang mereka bilang "masa gitu aja kalah, lawan balik lah", "masa gitu aja nangis". Haha, kukira aku tidak sekuat kalian untuk menghadapi mereka dengan perlawanan. Aku sudah cukup kuat dengan melawan rasa takutku sendiri untuk pergi kesekolah. Jika boleh aku memberi saran, beberapa anak terpacu untuk melawan dan bisa jadi itu baik buatnya tapi beberapa anak hanya ingin seseorang menemaninya untuk menghadapi rasa takutnya. Sama dengan beberapa orang yang lagi curhat itu tidak butuh solusi tapi hanya butuh didengarkan.

Ingin rasanya memeluk Maya kecil, mengusap kepalanya, mengecup keningnya, menenangkan tangisnya, membesarkan hatinya. 

Aaah, menjadi ibu rupanya membuatku membuka dan merawat kembali aku kecil yang pernah terluka :'). Luka lama yang bertahun-tahun aku simpan, aku jaga agar tidak tampak dari permukaan tapi terbuka kembali saat momen masuk SD harus aku hadapi lagi sebagai seorang ibu.

Akumulasi pengalaman itu yang akhirnya membentukku saat ini. Tidak ingin menyalahkan siapapun, tapi tidak juga ingin melupakan apa yang pernah terjadi. Hanya saja aku tau bahwa masa laluku tidak mendiskripsikan aku dimasa depan. Menjadi apa aku dimasa depan adalah hasil keputusanku saat ini.

Sempat viral saat itu, seorang artis muda yang membuat geger karena video youtubenya yang meluapkan ekspresi marah dan menangis dan membuatnya disangka mengalami gangguan jiwa. Jika boleh aku sampaikan, itu hal yang ingin aku lakukan setiap kali aku mengingat masa kecilku. Ingin rasanya aku sampaikan pada orang diseluruh dunia betapa jahatnya teman-temanku. Ingin aku sebut namanya satu-satu, mengharapkan mereka menangis berlutut meminta maafku, lalu aku lihat hidupnya hancur seperti hancurnya perasaanku dulu. Ah tapi nanti aku disangka gila juga 😂

Enggak lah..

Salah satu dari mereka pernah meminta maaf dan seingatku aku maafkan. Ya apalagi yang harus aku lakukan? Menahan maafku juga tidak membuat masa laluku berubah menjadi indah. Apa bedanya aku dengan mereka jika tidak berani memberikan maaf? Jangan samakan aku dengan mereka, meskipun memafkan bukan berarti melupakan. Dalam konteks ini, memberi maaf bagiku seperti mengatakan bahwa, oke aku tidak akan membalas apapun, silahkan pergi.

Aku berusaha untuk berdamai dengan masa laluku. Aku berusaha merawat kembali aku yang dulu. Tidak lagi aku membandingkan diriku dengan orang lain karena orang lain tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Meskipun masih tersisa ketakutan besar jika apa yang terjadi padaku akan terulang pada Kayla. Aku berharap tidak tapi sungguh ketakutan itu tidak bisa aku redam. Aku tidak mau sembarangan mencari sekolah untuk Kayla. Aku mau Kayla bersekolah ditempat dimana dia dimengerti, dipahami sebagaimana dia adanya. Sekolah yang fokus pada kesehatan mental murid-muridnya. Karena aku tau betapa berharganya, betapa mahalnya bisa tumbuh dewasa dalam lingkungan yang sehat diawal-awal kehidupan kita. Meskipun dunia tidak seindah yang kita pikirkan, aku mau Kayla tumbuh dengan jiwa dan raga yang sehat agar dia siap menghadapi dunia.

Aku tidak selamanya akan disisinya, dia harus tau bahwa aku mencintainya dan akan selalu ada bersamanya. Dia harus tau bahwa dia punya teman-teman dan orang terdekat yang ada untuknya. Dia harus tau bahwa dirinya sendiri adalah teman terbaiknya yang layak dicintai dan bagaimana dia bisa berdiri dan berdaya dengan dirinya sendiri.

Sunday, September 11, 2022

Not Okay - Movie Review

BY Maya Pratiwi IN No comments

 

image source : wikipedia 

Aku agak surpised karena endingnya ga bahagia seperti kebanyakan film. Tapi menarik, film ini menggambarkan tentang seseorang yang berambisi ingin populer sehingga dia merancang kebohongan tentang pengalaman traumatisnya yang pada akhirnya berhasil menarik simpati banyak orang. Ada quote yang menggelitik "Your pain is you biggest asset". Sebuah satire yang mewakili kehidupan saat ini. Kebanyakan orang "menjual" rasa sakitnya untuk menarik simpati banyak orang, lalu populer, dan ambil benefit dari rasa sakitnya itu. Ga semua memang yang seperti itu tapi banyak.

Apalagi saat ini jamannya orang lebih aware dengan mental health, motivational quote, dan kind of these things. Ketika rasa sakit kamu itu bisa kamu kemas dengan apik, bisa ngasih inspirasi buat banyak orang, jadilah rasa sakitmu itu sebagai aset. Tapi ya ga selalu sih, karena seringkali juga saat hidup kita biasa-biasa, sedang kesulitan, dan tidak famous ya teman-teman kita hanyalah gelap malam :(

Sama sih kaya karakter Danni Sander di film ini. Awalnya dia merasa kesepian dan ga punya temen. Once she "accidentally" being popular, most of her friends pay attention to her. Ya pada akhirnya karena mendapatkan kesenangan dan jadi populer, orang akan melakukan apa saja untuk mempertahankan kepopulerannya. Iya kan??

Sejujurnya aku agak sedih sih endingnya karena Danni Sander ga dapet maaf dari temen baiknya 😝. Ya karena aku sebagai penonton memahami kalo she didn't mean it, sayangnya dalam kehidupan nyata kita yang menjalani tidak bisa sekaligus menjadi penonton yang bisa melihat sebuah kejadian dari berbagai sudut pandang, ya kan? Bisanya jadi komentator yang terus memberikan komentar dari sudut pandangnya aja.

Kalo menurutku, film ini bagus. Meskipun aku yakin sebagian besar orang akan paham konteksnya tapi tetap tidak akan membuat mereka berubah karena having good understanding does not give you a privilege like popularity.