Saturday, July 15, 2023

Kehidupan Baru

BY Maya Pratiwi No comments

Gak terasa, lusa Kayla akan masuk SD.

Aku kadang gak paham bagaimana aku bisa sampai di titik ini. Sampai di titik ketika aku akan nganterin anakku masuk SD, masuk ke dunia anak besar untuk pertama kalinya. Melewati 7 tahun yang tentu saja banyak hal yang udah terlewati. Sejak dia cuma bisa menyusu sama nangis, buka mata pertama kali melihat dunia, jatuh bangun belajar jalan, naik sepeda pertama kali, sampai akhirnya ada di titik ini. 

Buat aku masuk SD itu bukan momen yang biasa. Itu akan jadi hal yang luar biasa banget. Bayangin gak sih, dunia anak SD itu bener-bener gerbang pertama anak kita akan masuk ke dunia anak dewasa untuk pertama kalinya. 

Pertama kalinya nanti mereka harus mandiri, menyelesaikan masalahnya sendiri, gak lagi mengadu. Disiplin dengan aturan. Mengerjakan tugas sendiri. Mungkin akan menghadapi konflik pertemanan sesungguhnya untuk pertama kali. Mungkin akan menghadapi ketakutan mencoba sesuatu, saat dirusuh roll belakang misalnya 😂. Tentu ada waktunya nanti untuk pertama kalinya Kayla akan pergi jalan bareng temen-temennya, hangout sama mereka. Dan tentu saja buat anak perempuan, mereka akan menghadapi menstruasi pertama mereka.

Jujur aku setengah takut menghadapi ini.

Rasanya kayak gak pengen Kayla cepat besar. Tapi juga tidak sanggup kalo terus menerus jadi anak kecil 😂. Seperti mempertanyakan kemampuanku sendiri. Bisa gak ya.

Aku tau ngurusin anak bayi itu susah banget. Aku pernah disana, ngerasain babak belur 24 jam gak berhenti mikirin anak. Tapi ngurusin anak beranjak baligh tuh kayak level lebih susah gitu. Mereka tuh udah punya karakter, punya cara berpikirnya sendiri, kehidupan mereka udah setengah lepas dari kita, dan yaa aku mulai overthinking aja sih 😆😆.

Dan bulan Juli tahun ini sungguh tantangan besar buat aku. Di bulan ini aku pindah kerja. Dunia yang bener-bener baru buat aku. Merasakan beratnya beradaptasi di umur yang udah gak muda. Adaptasi dengan orang baru, adaptasi dengan pekerjaan baru yang beda banget sama kerjaan lama, adaptasi dengan kebiasaan baru. Dan kutau ini gak mudah. Kadang rasanya kaya pengen putar balik tapi, "heeey, gak bisa. Jangan nyerah. Kayla juga bakal menghadapi dunia barunya. Jangan lemah, dia juga butuh sandaran."

Sebetulnya Kayla sih excited banget ya mau masuk SD, mau ketemu temen-temen baru. Pernah aku tanya, "apa rasanya mau masuk sekolah baru?" Katanya, "seneng lah mau ketemu teman-teman baru." Lega dengarnya, meskipun pernah suatu kali Kayla bilang, "Mimi Kayla ingin jadi anak kecil lagi." Atau, "Mimi Kayla rindu teman-teman Kayla yang lama." Aku paham banget perasaan itu. Perasaan ingin kembali ke masa lalu karena khwatir apa yang ada didepanku tidak sebaik yang lalu. Merasa sudah tau dengan apa yang akan dilalui dan paham harus berbuat apa. Sedangkan menghadapi hari esok seringkali masih abu-abu. Perasaan rindu teman lama, yang sudah kita tau baik buruknya, yang sudah menerima kita apa adanya. Kekhawatiran teman baru yang gak akan mengerti kita. Kekhawatiran orang baru tidak sebaik yang lalu.

Tapi..

Yaa salah satu bagian menjadi orang dewasa adalah menyadari bahwa ada takdir yang harus dijalani. Ada tahapan kehidupan yang emang harus dilalui. Pengen duit ya harus kerja, pengen sehat ya harus usaha, pengen pinter ya harus belajar dan lainnya. Dan kadang kita cuma butuh faith. Percaya bahwa semua akan baik-baik aja. Kalau sekarang lagi sedih, percaya deh besok atau lusa atau minggu depan atau bulan depan kamu akan baik-baik aja. 

Jalani sebisaku, usaha semampuku, percaya sepenuh hati.

Masalahnya kayaknya belum bisa sih ngasih tau Kayla kaya beginian 😂. Anak-anak ini kan masih perlu contoh yang real #menghelanapas.

Aaah sudahlah, apapun yang terjadi di sekolah dan setelahnya, peluk mimi sebanyak yang Kayla mau. Cerita ke mimi sebanyak yang kayla mau. Menangis ke mimi sesering yang Kayla mau. Menjadi rumah yang nyaman sepulang sekolah. 

Kayla gak perlu jadi kuat di depan mimi. Mimi tau Kayla sudah seharian menjalani mode bertahan tanpa mimi, tanpa abi. Makasih 💖

Dan untuk diriku sendiri 😆, mari kita saling menguatkan untuk melalui semua ini #pelukdirikusendiri.

Thursday, June 22, 2023

Beyond Grateful

BY Maya Pratiwi No comments




Aku gak terlalu pandai ngomongin tentang insecurity. Pertama karena mungkin aku belum berhasil mengatasinya, kedua karena aku tau aku bukan siapa-siapa yang tentu saja tidak bisa "menjual" insecurity-ku sendiri.

Tapi, akhir-akhir ini aku tersadar bahwa bagaimanapun aku, baik dan buruk yang ada pada diriku, ini tetaplah diriku sendiri. Seringkali kita (aku) ingin berkenalan baik dengan orang lain, bersikap baik pada orang lain agar mereka menerima kita, tapi sering kita lupa untuk berkenalan baik dengan diri kita sendiri. Seperti aku.

Aku mengenal diriku seperti apa yang orang bilang padaku. Sehingga seakan-akan apa yang orang lain bilang itu benar, yang seringkali aku hanya mengingat bagian buruknya saja. 

Seperti sebagian besar penyebab insecure pada perempuan, aku pun merasa penampilanku tidak cukup baik. Karena tidak memenuhi standar kecantikan wanita Indonesia. Kulit putih bersih, rambut panjang lurus, lalu apalagi sih?

Kulitku sawo matang, terlalu matang mungkin. Tidak mulus seperti orang lain. Mungkin mukaku juga tidak simetris, gigiku perlu pake bracket, mukaku berminyak, hampir seperti penggorengan. Rambutku keriting sejak kecil dan aku tak pernah berniat membuatnya lurus meskipun pernah ada masa ketika rambut rebonding itu menjadi tren. Belum lagi aku anak yang manja, tidak bisa memasak, pemalas, serta beberapa “aib” lain yang tidak sanggup aku sebutkan lagi.

Ironi sekali. Aku udah jadi anak kos sejak dari SMA hingga sekarang, pergi ke berbagai kota di pulau jawa sendirian dan si anak manja itu masih melekat pada diriku. Aku memasak untuk bekal makan siang dikantor setiap hari, aku menyelesaikan sendiri pekerjaan rumah, aku memenuhi kebutuhan hidupku sejak lama dan si pemalas yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga ini melekat di diriku. Kenapa? Karena aku dan orang lain selalu melihat keatas. Membandingkanku dengan orang lain yang jauh lebih mandiri, jauh lebih tangguh, jauh lebih segala-galanya dibandingkan aku.

Sayangnya, aku tidak pernah bisa memilih untuk dilahirkan menjadi seperti apa. Dan jika itu semua diturunkan secara genetik, akupun tidak bisa memilih untuk dilahirkan dari siapa kan? Ini yang aku dapatkan sejak lahir, tidak ada yang lain bukan?

Ini tulisan yang sangat serius. Karena aku tidak pernah seserius itu dihadapan orang tentang hal ini. Selalu haha hihi dan cenderung lebih sering menhina diri sendiri sebelum keduluan yang lain.

Tapi aku tau ada seseorang yang sedih di dalam sana.

Sejujurnya, meskipun banyak hal yang membuatku tidak percaya diri tapi aku selalu percaya bahwa diriku jauh lebih baik dari yang orang pikir. Dan aku tau suatu hari nanti akan ada orang-orang yang dengan tulus hati menerimaku apa adanya. Yang dengan tulus hati menyadari ada sesuatu yang baik dari diriku.

Lucky me, aku ketemu kak Rudy.

Beberapa orang berpikiran dia beruntung mendapatkanku. Tapi sejak dulu aku selalu berpikir bahwa aku yang beruntung. Dia orang asing, bukan siapa-siapa lalu pada akhirnya bisa melihat aku jauh lebih baik dari diriku sendiri. I am Beyond grateful.

Haha, tapi aku bukan wanita desperate. Bukan karena dia mau sama aku lalu aku jadi “yaudalah sama dia aja”. Enggak gak gitu sih.

Dan kamu tau gak sih, penyebab rasa gak pede itu bisa jadi sepele banget ya tapi efeknya dalam hidup tuh bisa kemana-mana. Aku benci banget

Rasanya selalu butuh validasi dari orang lain sebagai pembuktian. Itu capek banget

Dan hari ini aku ke Jogja sendirian. Menggelandang di stasiun sejak jam 3 pagi sampai jam 5. Kedinginan, ngantuk tapi ga bisa tidur di kursi. Mandi di kamar mandi mahal. Lalu berkeliling magelang. Menelusuri jejak kenangan disana. Bertemu kawan lama. Jalan kaki menyusuri trotoar sampai ketekku basah, mencoba menikmati setiap langkahku dibawah terik matahari.

Meskipun aku bisa saja bepergian dengan teman atau keluarga, tapi aku memilih pergi sendiri. Dan itu tidak apa-apa, aku tetap happy, aku bisa bebas melakukan apa yang aku suka. Ketika aku bisa naik becak atau naik ojek atau naik angkot, tapi aku memilih berjalan dan menikmati perjalananku sendiri. Itu juga tidak apa-apa. Aku masih menikmatinya. Aku tetap menikmati jalan kakiku meskipun ratusan kali melihat orang lain naik kendaraan lebih cepat dari jalanku dan beberapa kali ditawarin naik becak. Sesekali aku berjalan mendahului orang lain. Sesekali aku berhenti di depan toko, bercermin dan memperbaiki kerudungku.  

Mungkin seperti itulah seharusnya hidup. Aku bisa memilih jalanku sendiri, tidak harus menjalaninya seperti orang lain.

Yaah pada akhirnya aku merasa seperti menemukan hidupku yang baru. Aku ingin memilih jalan hidupku sendiri. Aku ingin terbebas dari ekspektasi orang lain. Aku ingin terbebas dari standar standar kehidupan yang membelenggu yang seringkali tidak jelas apa dasarnya (bukan, aku bukan lagi ngomongin agama, selain itu). Aku ingin menjalani kehidupan ini seperti apa adanya. Tidak apa-apa tidak seperti orang lain, tidak apa-apa tidak sempurna, karena pada akhirnya yang akan menemaniku sampai kapanpun adalah diriku sendiri.

 

Saturday, December 10, 2022

Pertama Kali Nulis Buku

BY Maya Pratiwi No comments

Bulan terakhir tahun ini. Haaa udah mau tahun baru ajaaa, udah lewat satu tahun udah ngapain ajaaa 😆😱

Tahun ini, yang penting adalah akhirnya aku udah dapet SD buat Kayla. titik

Aku udah cerita disini kalo nyari SD buat Kayla itu bener-bener perjalanan yang emosional buat aku. Mungkin buat orang lain terlihat mudah tapi bagiku enggak. Sama sekali ga mudah.

Bukan cuma karena pasti ada value value tertentu yang aku pengen ada di SD Kayla tapi juga karena aku punya pengalaman buruk semasa SD jadi aku beneran tidak mau itu terjadi sama Kayla.

Tapi tapi tapi ada hal tak terduga yang terjadi di bulan ini.

Aku nulis buku...!! 🥳🥳

Haha yaah bukan buku yang gimana gimana sih 👉👈. Aku ikut project nulis gitu. Sebenernya semua orang bisa ikut project nulis ini asal daftar, bayar, dan ngumpulin. Karena semua naskah bakal diterima sebenernya. Hhhmmmm

Merasa agak kurang spesial gitu sih awalnya. Soalnya semua naskah diterima. Jadi kaya ga ada prestasi-prestasinya gitu ga sih wkwkwk. Mana ternyata itu buku yang ngejual ya penulisnya sendiri. Aduuuuh jualan legging, baju, dan mukena aja aku malunya setengah metong. Ini disuruh jualan buku sendiri 😖. Siapa guee ngejual tulisan sendiri ya kaaan 😪

Tapi udah terlanjur bayar bund, sayang duit

Yawdahlah aku kerjain aja.

Ternyata ini project 3 buah buku dengan topik beda-beda. Setiap buku hanya dikasih waktu 1 minggu untuk nulis naskah. Nah disini aku jadi agak tertantang nih. Jadi pas akhirnya bisa ngirim naskah pertama tu aku happy banget ya ampuuuun 😆. Kayak yang "widiiiih aku bisaaaa". Bisa ngirim tepat waktu maksudnya wkwk

Tapi asli deh nulis buku ternyata gak gampang. Nulis blog aja kadang gak gampang loh. Kendalanya kalo aku nulis tuh, rasanya ada banyak hal yang pengen aku ceritain tapi pas nulis tuh yang keluar dikit banget. Cek deh tulisan aku yang ini. Aku tuh udah niat banget pengen ngreview film ini karena pas nonton tuh kaya dapet insight gitu. Tapi pas nulis aku jadi bingung sendiri mau ngomong apa gitu.

Lalu, kalo blog itu rasa-rasanya ya nulis aja sesuka hatiku ya. Tapi pas nulis buku tuh aku merasa kaya ada tuntutan gitu lho. Secara orang mau baca buku itu tuh kudu beli ya kan. Gak gratis kaya baca blog. Jadi pasti pembacanya itu menginginkan sesuatu lah dengan baca buku itu. Punya ekspektasi. Entah dari ceritanya yang relate sama mereka, atau gaya bahasa yang gak bosesnin, atau hikmah dari ceritanya. Jadi lebih berasa punya tanggung jawab untuk deliver message yang tepat gitu.

Mana itu naskah kan dikasih minimal kata 1.500 yah. Trus pas aku mulai nulis tu kaya, "lah ini kok baru 700 udah beres sih." Soalnya kan misal nih kita mau nyeritain konflik anak durhaka sama ibu, ya langsung inti cerita gitu kan ga akan nyampe 1.500 kata kan. Jadi kaya bikin cerita tambahannya tu juga perlu mikir biar ga aneh, biar nyambung sama inti cerita. Dan seperti biasa, aku kalo bikin penutupan suka bingung sendiri wkwkwk

Tapi tapi, gitu naskah pertama aku kirim. Lalu aku baca ulang, aku kayak "iiih aku kok bisa sih kmaren nuliiis iniii." So proud sama diriku sendiri 👍

Belum tentu kalo disuruh ngulangin lagi bisa. LOL

Yaaah tapi aku senang sih karena aku berani ambil langkah pertama ini. Meskipun itu ga akan jamin aku akan jadi penulis, meskipun ga akan menjamin masa depanku juga. Tapi berani untuk nyoba hal baru ini udah bagus banget.

Hahaha kok kaya terlalu bangga gini sih

Ya soalnya semudah apapun yang aku pikir aku lakukan, kaya ceritaku di awal, gak semua orang melakukan kan? Kalo aku bilang, "elah ini mah project nulis semua orang juga bisa kali ikut dan nerbitin buku." Faktanya ga semua orang melakukannya kan? Yaaaah, mau meluangkan waktu untuk melakukannya aja udah bagus. Karena "bisa" tidak akan cukup kalo ga kamu lakuin juga.

Tapi sejujurnya aku deg-degan juga sih sama yang udah PO ke aku 😂😂

iiiih tulisan aku dibacaaa merekaa, temen-temen sama tetangga akuuu. Gimana dooong. Nanti apa kata mereka yaaa. Nanti kalo pada ga suka gimanaaa. Nanti kalo mereka ga ngerti aku nulis apa gimanaa dooong. Huhuuu diketawain gaa. Nanti kalo nanti kalo nanti kalo......

overthinking

Tau ah. Aku udah capek nulisnya. Kalo ga suka yaudah lah aku ga mau nulis lagi 💥

Haha. Ya entahlah, aku juga gatau hahaha. Let see aja apa kata mereka. Namanya juga pertama kali. Gimana sih pertama kali kalo ga perfect ga papa kali ya (?). Aku sih berharapnya mereka suka. Tapi kalo ternyata tidak ya itu diluar kendaliku juga

Semangat mayaaaw \(>.<)/

btw kalo mau baca buku aku, ikut PO tgl 17 Des ya, DM aku di IG 😝
Klik : IG Maya

Monday, September 12, 2022

Momen masuk SD

BY Maya Pratiwi IN , , , , No comments

Mencari sekolah untuk anak bagiku bukan perkara mudah. Sangat sangat sulit dan bahkan sampai membawaku harus beberapa kali konsultasi dengan psikolog. Aku punya pengalaman buruk saat aku SD, bullying. Tidak bermaksud mewajarkan bullying dikalangan anak-anak tapi aku tau kasus seperti ini sangat banyak terjadi.

Menjadi anak salah satu guru di tempatku bersekolah tidak serta merta memberiku privilege seperti orang lain, setidaknya tidak seperti yang mereka bayangkan. Lucky me, aku langganan ranking satu. Mungkin mereka pikir itu bukan karena kemampuanku sendiri, tapi karena ibuku seorang guru. Sepanjang yang aku ingat, mereka ga cuma menyerangku secara verbal tapi juga fisik. Aku pernah dilempar bungkus minuman kotak, pernah dilempari kertas, pernah dilempari kodok, pernah diludahi, pernah juga di pukul pake kayu. Ditertawakan saat maju kedepan kelas, tidak ada yang boleh duduk sama aku, diancam setiap kali ulangan/ujian gak ngasih contekan. Dan seniat itu mereka selalu ngganti meja dan tempat dudukku jadi yang paling jelek dimanapun aku duduk. Sinting memang 😆😅

Teringat suatu pagi, maya kecil berkata pada dirinya sendiri "Aku pernah mengalami hari yang buruk dan akhirnya hari buruk itu berlalu. Jadi aku pun bisa menghadapi hari ini". Baiknya Allah padaku memberikan aku perlindungan hingga aku masih bisa hidup dan berdaya hingga saat ini. 

Entah berapa kali aku menangis tapi tentu saja orang akan menganggap biasa anak-anak yang menangis karena ulah temannya bukan? Tidak jarang mereka bilang "masa gitu aja kalah, lawan balik lah", "masa gitu aja nangis". Haha, kukira aku tidak sekuat kalian untuk menghadapi mereka dengan perlawanan. Aku sudah cukup kuat dengan melawan rasa takutku sendiri untuk pergi kesekolah. Jika boleh aku memberi saran, beberapa anak terpacu untuk melawan dan bisa jadi itu baik buatnya tapi beberapa anak hanya ingin seseorang menemaninya untuk menghadapi rasa takutnya. Sama dengan beberapa orang yang lagi curhat itu tidak butuh solusi tapi hanya butuh didengarkan.

Ingin rasanya memeluk Maya kecil, mengusap kepalanya, mengecup keningnya, menenangkan tangisnya, membesarkan hatinya. 

Aaah, menjadi ibu rupanya membuatku membuka dan merawat kembali aku kecil yang pernah terluka :'). Luka lama yang bertahun-tahun aku simpan, aku jaga agar tidak tampak dari permukaan tapi terbuka kembali saat momen masuk SD harus aku hadapi lagi sebagai seorang ibu.

Akumulasi pengalaman itu yang akhirnya membentukku saat ini. Tidak ingin menyalahkan siapapun, tapi tidak juga ingin melupakan apa yang pernah terjadi. Hanya saja aku tau bahwa masa laluku tidak mendiskripsikan aku dimasa depan. Menjadi apa aku dimasa depan adalah hasil keputusanku saat ini.

Sempat viral saat itu, seorang artis muda yang membuat geger karena video youtubenya yang meluapkan ekspresi marah dan menangis dan membuatnya disangka mengalami gangguan jiwa. Jika boleh aku sampaikan, itu hal yang ingin aku lakukan setiap kali aku mengingat masa kecilku. Ingin rasanya aku sampaikan pada orang diseluruh dunia betapa jahatnya teman-temanku. Ingin aku sebut namanya satu-satu, mengharapkan mereka menangis berlutut meminta maafku, lalu aku lihat hidupnya hancur seperti hancurnya perasaanku dulu. Ah tapi nanti aku disangka gila juga 😂

Enggak lah..

Salah satu dari mereka pernah meminta maaf dan seingatku aku maafkan. Ya apalagi yang harus aku lakukan? Menahan maafku juga tidak membuat masa laluku berubah menjadi indah. Apa bedanya aku dengan mereka jika tidak berani memberikan maaf? Jangan samakan aku dengan mereka, meskipun memafkan bukan berarti melupakan. Dalam konteks ini, memberi maaf bagiku seperti mengatakan bahwa, oke aku tidak akan membalas apapun, silahkan pergi.

Aku berusaha untuk berdamai dengan masa laluku. Aku berusaha merawat kembali aku yang dulu. Tidak lagi aku membandingkan diriku dengan orang lain karena orang lain tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Meskipun masih tersisa ketakutan besar jika apa yang terjadi padaku akan terulang pada Kayla. Aku berharap tidak tapi sungguh ketakutan itu tidak bisa aku redam. Aku tidak mau sembarangan mencari sekolah untuk Kayla. Aku mau Kayla bersekolah ditempat dimana dia dimengerti, dipahami sebagaimana dia adanya. Sekolah yang fokus pada kesehatan mental murid-muridnya. Karena aku tau betapa berharganya, betapa mahalnya bisa tumbuh dewasa dalam lingkungan yang sehat diawal-awal kehidupan kita. Meskipun dunia tidak seindah yang kita pikirkan, aku mau Kayla tumbuh dengan jiwa dan raga yang sehat agar dia siap menghadapi dunia.

Aku tidak selamanya akan disisinya, dia harus tau bahwa aku mencintainya dan akan selalu ada bersamanya. Dia harus tau bahwa dia punya teman-teman dan orang terdekat yang ada untuknya. Dia harus tau bahwa dirinya sendiri adalah teman terbaiknya yang layak dicintai dan bagaimana dia bisa berdiri dan berdaya dengan dirinya sendiri.

Sunday, September 11, 2022

Not Okay - Movie Review

BY Maya Pratiwi IN No comments

 

image source : wikipedia 

Aku agak surpised karena endingnya ga bahagia seperti kebanyakan film. Tapi menarik, film ini menggambarkan tentang seseorang yang berambisi ingin populer sehingga dia merancang kebohongan tentang pengalaman traumatisnya yang pada akhirnya berhasil menarik simpati banyak orang. Ada quote yang menggelitik "Your pain is you biggest asset". Sebuah satire yang mewakili kehidupan saat ini. Kebanyakan orang "menjual" rasa sakitnya untuk menarik simpati banyak orang, lalu populer, dan ambil benefit dari rasa sakitnya itu. Ga semua memang yang seperti itu tapi banyak.

Apalagi saat ini jamannya orang lebih aware dengan mental health, motivational quote, dan kind of these things. Ketika rasa sakit kamu itu bisa kamu kemas dengan apik, bisa ngasih inspirasi buat banyak orang, jadilah rasa sakitmu itu sebagai aset. Tapi ya ga selalu sih, karena seringkali juga saat hidup kita biasa-biasa, sedang kesulitan, dan tidak famous ya teman-teman kita hanyalah gelap malam :(

Sama sih kaya karakter Danni Sander di film ini. Awalnya dia merasa kesepian dan ga punya temen. Once she "accidentally" being popular, most of her friends pay attention to her. Ya pada akhirnya karena mendapatkan kesenangan dan jadi populer, orang akan melakukan apa saja untuk mempertahankan kepopulerannya. Iya kan??

Sejujurnya aku agak sedih sih endingnya karena Danni Sander ga dapet maaf dari temen baiknya 😝. Ya karena aku sebagai penonton memahami kalo she didn't mean it, sayangnya dalam kehidupan nyata kita yang menjalani tidak bisa sekaligus menjadi penonton yang bisa melihat sebuah kejadian dari berbagai sudut pandang, ya kan? Bisanya jadi komentator yang terus memberikan komentar dari sudut pandangnya aja.

Kalo menurutku, film ini bagus. Meskipun aku yakin sebagian besar orang akan paham konteksnya tapi tetap tidak akan membuat mereka berubah karena having good understanding does not give you a privilege like popularity.